Advertisement

Transformasi Peran Gender dalam Otoritas Keagamaan: Analisis Wacana Media Sosial Dai Transgender

AKTAMEDIA.COM, KENDAL — Kemunculan fenomena dai transgender dalam ruang media sosial menandai pergeseran paradigma otoritas keagamaan yang mempertanyakan konstruksi gender tradisional dalam diskursus Islam kontemporer, menciptakan kontestasi legitimasi yang melampaui batasan biologis menuju dimensi spiritualitas dan kompetensi dakwah.

Transformasi digital telah mengubah lanskap otoritas keagamaan Islam, menciptakan ruang alternatif bagi individu yang secara tradisional termarginalisasi untuk mengekspresikan identitas spiritual mereka. Media sosial sebagai platform demokratis memungkinkan munculnya figur-figur dai yang menantang norma konvensional, termasuk individu transgender yang berusaha memposisikan diri sebagai pembawa pesan agama. Fenomena ini menghadirkan paradoks antara penerimaan inklusivitas spiritual dengan resistensi terhadap fluiditas gender dalam konteks Islam Indonesia.

https://www.insertlive.com/viral/20250529143124-228-368462/heboh-video-ceramah-ustazah-transgender-di-kendal

Analisis wacana terhadap respons media sosial menunjukkan polarisasi yang signifikan dalam penerimaan masyarakat. Schnabel et al. (2022) dalam Journal for the Scientific Study of Religion menegaskan bahwa gender dan seksualitas telah menjadi “symbolic boundary and cultural divide” dalam kehidupan beragama dan politik di berbagai belahan dunia. Pola ini tercermin dalam komentar netizen yang terbagi antara dukungan terhadap kompetensi dakwah dan penolakan terhadap identitas gender non-normatif. Fenomena serupa ditemukan dalam penelitian Oloba dan Blankenship (2025) dalam jurnal Religions yang menganalisis bagaimana platform digital membentuk dinamika gender dalam kepemimpinan agama Nigeria, menunjukkan bahwa teknologi digital memungkinkan perempuan dan kelompok marginal untuk melampaui struktur patriarkal tradisional.

Kontestasi otoritas keagamaan dalam ruang digital mengungkapkan transformasi fundamental dalam cara legitimasi dakwah dikonstruksi dan divalidasi. Penelitian tentang “Digital Islam and Muslim Millennials” (2022) mendemonstrasikan bagaimana influencer media sosial merevolusi otoritas keagamaan dengan mengandalkan narasi personal dan aksesibilitas teknologi daripada legitimasi institusional tradisional. Dalam konteks dai transgender, legitimasi tidak lagi bergantung pada konformitas gender tetapi pada kemampuan komunikasi, pemahaman tekstual, dan resonansi pesan dengan audiens. Namun, resistensi terhadap otoritas non-normatif ini juga mencerminkan ketegangan antara interpretasi progresif dan konservatif dalam Islam Indonesia.

Perspektif Progressive Islam, sebagaimana dijelaskan dalam International Journal of Transgender Health (2020), menekankan bahwa Islam sebagai “liberatory discourse” seharusnya inklusif terhadap semua manifestasi identitas manusia, termasuk transgender. Alipour (2020) menganalisis fatwa Khomeini dan Tantawi yang memungkinkan transisi gender dalam kerangka ijtihad, menunjukkan bahwa fiqh Islam memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan kondisi sosial kontemporer. Diskursus ini relevan dengan fenomena dai transgender yang berusaha mengintegrasikan identitas gender mereka dengan misi dakwah, menciptakan sintesis antara spiritualitas personal dan tanggung jawab sosial keagamaan.

Media sosial telah menciptakan ekosistem otoritas keagamaan yang plural dan kompetitif, di mana legitimasi tidak lagi monopoli institusi tradisional tetapi dapat dikonstruksi melalui engagement digital dan resonansi pesan. Penelitian Lövheim dan Lundmark (2019) tentang “Gender, Religion and Authority in Digital Media” menunjukkan bahwa visibilitas digital menjadi kunci kultivasi legitimasi keagamaan bagi kelompok marginal. Dai transgender memanfaatkan platform digital untuk membangun audiens, berbagi interpretasi keagamaan, dan menciptakan komunitas spiritual alternatif yang lebih inklusif terhadap diversitas gender.

Solusi konstruktif untuk mengatasi polarisasi ini memerlukan pendekatan dialogis yang mengakui kompleksitas interseksi antara identitas gender dan spiritualitas. Pertama, pengembangan framework teologis yang inklusif berbasis prinsip-prinsip Islam tentang keadilan, compassion, dan pengakuan terhadap diversitas ciptaan Allah. Kedua, facilitasi dialog antaragama dan lintas kelompok untuk membangun pemahaman mutual tentang experience transgender dalam konteks keagamaan. Ketiga, peningkatan literasi digital dan teologi bagi masyarakat untuk memahami kompleksitas isu gender dalam Islam kontemporer. Keempat, pengembangan guidelines etis untuk dai digital yang menghormati diversitas identitas sambil mempertahankan integritas pesan keagamaan.

Transformasi peran gender dalam otoritas keagamaan melalui media sosial menggambarkan evolusi Islam kontemporer yang harus merespons realitas diversitas manusia dengan kebijaksanaan dan inklusivitas. Fenomena dai transgender bukan sekadar isu identitas gender, tetapi refleksi dari kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi otoritas keagamaan yang lebih demokratis, accessible, dan responsif terhadap kebutuhan spiritual semua umat. Masyarakat Muslim perlu mengembangkan discourse yang matang dan komprehensif untuk mengintegrasikan nilai-nilai spiritual Islam dengan realitas pluralitas gender dalam era digital, menciptakan ruang keagamaan yang inklusif tanpa mengkompromikan esensi ajaran Islam.


Daftar Pustaka

Alipour, M. (2020). Countering Islamic conservatism on being transgender: Clarifying Tantawi’s and Khomeini’s fatwas from the progressive Muslim standpoint. International Journal of Transgender Health, 21(3), 310-324. https://doi.org/10.1080/26895269.2020.1778238

Lövheim, M., & Lundmark, L. (2019). Gender, religion and authority in digital media. In Digital Religion: Understanding Religious Practice in Digital Media (pp. 145-162). Routledge.

Oloba, B. L., & Blankenship, A. M. (2025). Gender dynamics in online religious leadership in Nigeria: Investigating how digital platforms shape communication, authority, and influence. Religions, 16(1), 5. https://doi.org/10.3390/rel16010005

Schnabel, L., Abdelhadi, E., Zaslavsky, K. A., Ho, J. S., & Torres-Beltran, A. (2022). Gender, sexuality, and religion: A critical integrative review and agenda for future research. Journal for the Scientific Study of Religion, 61(2), 271-292. https://doi.org/10.1111/jssr.12781

Digital Islam and Muslim Millennials Research Group. (2022). How social media influencers reimagine religious authority and Islamic practices. Religions, 13(4), 335. https://doi.org/10.3390/rel13040335

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *