Advertisement

Pemuda dan Enterpreneur: Jawaban untuk Masa Depan Indonesia.

AKTAMEDIA.COM – Pekanbaru, 2 Juli 2025 – Di tengah ketidakpastian ekonomi global, meningkatnya jumlah pengangguran, dan cepatnya perkembangan teknologi digital, anak muda Indonesia dihadapkan pada tantangan besar: apakah akan menjadi penonton atau pelaku dalam perubahan zaman?

Salah satu jawaban strategis adalah melalui wirausaha. Bukan sekadar membuka usaha, tapi menumbuhkan pola pikir kreatif, mandiri, dan solutif di tengah terbatasnya lapangan kerja konvensional.

Di usia produktif, anak muda memiliki energi, semangat, dan fleksibilitas tinggi. Namun, tanpa dorongan ke arah kemandirian ekonomi, potensi tersebut berisiko terabaikan. Sebagai generasi yang pernah merasakan kerasnya persaingan kerja dan menyaksikan potensi anak-anak muda di lapangan, saya, Aditya Perdana Putra, meyakini bahwa berwirausaha adalah jalan masa depan bagi pemuda Indonesia, termasuk di tanah kelahiran saya, Riau.


Kondisi Anak Muda dan Tantangan Pengangguran

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan Februari 2024 mencatat tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,32%. Dari angka itu, mayoritas berasal dari kelompok usia 15–24 tahun, dengan tingkat pengangguran sebesar 18,1%—angka yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan kelompok usia lain.

Secara nasional, jumlah angkatan kerja muda mencapai sekitar 66 juta orang, dan sebagian besar di antaranya masih terfokus mencari pekerjaan, bukan menciptakan pekerjaan. Padahal, dunia kerja sudah berubah. Banyak sektor yang telah terdampak digitalisasi dan otomatisasi. Ini menyebabkan anak muda perlu berpikir ulang: apakah hanya mengandalkan lowongan kerja yang makin terbatas, atau menciptakan peluang sendiri melalui wirausaha?

Di Riau, menurut Data Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Riau tahun 2024, jumlah pengangguran terbuka tercatat sekitar 166 ribu jiwa, dengan kontribusi terbesar masih berasal dari lulusan SMA/SMK dan sarjana muda. Tingginya minat anak muda terhadap kerja kantoran, ditambah minimnya pelatihan wirausaha yang berbasis praktik di daerah, menjadi penyebab kurangnya minat untuk membuka usaha sendiri.


Wirausaha: Jalan Alternatif dan Solusi Masa Depan

Wirausaha bukan hanya tentang membuka toko atau jualan online. Lebih dari itu, wirausaha adalah upaya membangun kemandirian ekonomi, kreativitas, dan dampak sosial. Anak muda yang berwirausaha bukan hanya menyelamatkan diri dari pengangguran, tetapi juga memberi lapangan kerja untuk orang lain.

Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, per Juni 2024, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 65 juta unit, menyumbang sekitar 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 97% tenaga kerja nasional. Sayangnya, hanya sekitar 3,47% anak muda yang menjadi pelaku UMKM, padahal mereka adalah kelompok paling melek digital dan adaptif terhadap perubahan.

Riau sendiri memiliki potensi ekonomi yang besar, mulai dari perkebunan, kuliner, kerajinan, hingga ekowisata. Namun, sektor ini masih belum digarap maksimal oleh anak-anak muda daerah. Banyak dari mereka lebih memilih merantau ke luar kota atau melamar kerja di perusahaan besar, padahal peluang di daerah sendiri sangat terbuka lebar.

Menurut saya, di sinilah pentingnya perubahan cara pandang. Kita perlu membentuk ekosistem wirausaha yang mendukung anak muda untuk berani memulai, meski dari skala kecil.


Faktor Penghambat dan Apa yang Harus Dilakukan

Berdasarkan survei nasional yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (2023), kendala utama anak muda dalam memulai usaha adalah:

  • Kurangnya modal (74%)
  • Takut gagal (53%)
  • Minimnya akses pelatihan dan pendampingan (41%)
  • Tidak punya jaringan pasar (35%)

Di Riau, saya melihat banyak anak muda yang sebenarnya memiliki ide bagus—dari olahan kuliner berbasis lokal, budidaya tanaman urban, hingga produk kreatif digital. Tapi sebagian besar dari mereka terhenti karena tidak tahu harus mulai dari mana. Mereka butuh bimbingan, contoh nyata, dan lingkungan yang mendukung.

Saya, Aditya, kini sudah memulai berwirausaha mandiri, setelah lama bekerja lebih dari 15 tahun.

Saya percaya, pendidikan karakter dan keterampilan kewirausahaan seharusnya sudah masuk sejak bangku SMA bahkan SMP. Kita tidak bisa terus mencetak generasi pencari kerja tanpa membekali mereka dengan kemampuan untuk menciptakan kerja.


Inisiatif Pemerintah dan Harapan untuk Riau

Beberapa langkah positif sudah dilakukan pemerintah, seperti Program Wirausaha Muda Mandiri, Kartu Prakerja, dan pelatihan UMKM digital oleh berbagai kementerian. Namun, dampaknya belum merata ke daerah.

Di Provinsi Riau, Pemerintah Daerah telah mengadakan program seperti Pelatihan Kewirausahaan Pemuda yang menyasar 200 peserta tiap tahun. Namun jika dibandingkan dengan total pemuda Riau yang mencapai 1,3 juta jiwa, maka cakupannya masih sangat kecil.

Saya berharap pemerintah Riau lebih serius menggandeng kampus, pesantren, dan komunitas lokal untuk menciptakan inkubator wirausaha. Anak muda butuh ekosistem, bukan sekadar pelatihan satu kali. Harus ada sistem pembinaan, akses permodalan mikro, bimbingan pemasaran digital, hingga ruang kreatif bersama di tiap kabupaten/kota.


Anak muda adalah kekuatan demografi Indonesia. Namun, jika tidak diberdayakan dengan arah yang tepat, kekuatan itu bisa berubah menjadi beban.

Wirausaha bukan hanya pilihan, tapi keharusan di tengah perubahan zaman. Anak muda yang berwirausaha menciptakan solusi, bukan menunggu peluang. Mereka bisa menciptakan produk, membuka lapangan kerja, dan membawa perubahan sosial yang nyata di lingkungannya.

Saya yakin bahwa masa depan Indonesia, khususnya Riau, akan lebih cerah bila anak-anak mudanya berani melangkah sebagai entrepreneur sejati. Sudah saatnya kita berhenti mengejar kursi kantor dan mulai membangun bisnis dari kursi rumah sendiri.

Karena sejatinya, jiwa wirausaha adalah keberanian mengambil risiko untuk masa depan yang lebih mandiri dan bermakna.

Aditya Baso
Author: Aditya Baso

Newbie

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *