Advertisement

Stratifikasi Sosial Dan Praktik Pernikahan Siri Di Kalangan Selebriti: Analisis Sosiologi Hukum Keluarga

AKTAMEDIA.COM, JAKARTA — Fenomena pernikahan siri di kalangan selebriti Indonesia mencerminkan dinamika kompleks antara stratifikasi sosial, norma agama, dan struktur hukum yang mengatur institusi perkawinan dalam masyarakat Muslim kontemporer. Kasus terbaru yang menjadi sorotan publik adalah dugaan pernikahan siri antara Faby Marcelia dan Ichal Muhammad yang dilaporkan oleh insertlive.com pada 24 Agustus 2025, dimana video pernikahan tersebut menjadi viral di media sosial dan memicu berbagai reaksi dari masyarakat mengenai legitimasi praktik perkawinan tidak tercatat.

https://www.insertlive.com/hot-gossip/20250824185054-7-377754/beredar-video-faby-marcelia-diduga-nikah-siri-dengan-ichal-muhammad

Pernikahan siri atau nikah urfi telah menjadi perdebatan panjang dalam kajian hukum keluarga Islam, khususnya ketika melibatkan figur publik yang memiliki posisi strategis dalam hierarki sosial masyarakat. Secara sosiologis, selebriti menempati strata sosial yang unik dalam masyarakat informasi kontemporer yang mengonversi popularitas menjadi modal ekonomi dan sosial melalui jaringan sosial yang kompleks. Posisi istimewa ini memberikan mereka kebebasan dan fleksibilitas dalam mengatur kehidupan personal, termasuk dalam memilih bentuk perkawinan yang tidak selalu mengikuti prosedur hukum formal negara.

Data menunjukkan bahwa praktik pernikahan tidak tercatat semakin meningkat di berbagai belahan dunia Muslim, termasuk di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Selatan (Moore, 2024). Di Indonesia, fenomena serupa terjadi dengan berbagai motivasi yang melatarbelakangi, mulai dari keinginan menjaga privasi hingga pertimbangan praktis untuk menghindari prosedur administratif yang kompleks. Bagi selebriti, pernikahan siri kerap dipilih sebagai strategi untuk mengelola eksposur media sambil tetap memenuhi kewajiban religius (Al-Sharmani & Moors, 2022). Penelitian kontemporer mengenai perkawinan tidak tercatat menunjukkan bahwa praktik ini tidak dapat dipahami secara monolitik, melainkan sangat bervariasi tergantung pada konteks sosio-kultural dan struktur hukum yang berlaku (Eidrup, 2025).

Dari perspektif sosiologi hukum keluarga Islam, pernikahan siri menghadirkan tension antara validitas religius dan legitimasi hukum negara. Dalam tradisi fiqh Islam, perkawinan dianggap sah jika memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan syariah, tanpa memerlukan pencatatan oleh otoritas negara (Lemons & de Rooij, 2023). Namun, dalam konteks negara modern seperti Indonesia, UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 mensyaratkan pencatatan sebagai bukti administratif yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi para pihak. Ketegangan ini menciptakan ruang ambiguitas hukum yang dimanfaatkan berbagai kalangan, termasuk selebriti, untuk mengatur strategi perkawinan mereka.

Analisis terhadap pola perkawinan di berbagai strata sosioeconomic menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam pendekatan terhadap institusi perkawinan (Karney & Neff, 2021). Pada strata sosial atas, termasuk kalangan selebriti, terdapat kecenderungan untuk menunda perkawinan formal sambil menginvestasikan waktu dan sumber daya untuk karier dan pendidikan. Ketika memutuskan menikah, mereka cenderung memiliki tingkat perceraian yang relatif rendah dan stabilitas ekonomi yang tinggi. Namun, fenomena pernikahan siri menghadirkan kompleksitas tambahan karena menciptakan status legal yang ambiguous yang berpotensi merugikan pihak yang lebih lemah dalam hubungan tersebut.

Perlu juga dipertimbangkan bahwa celebrity marriage tidak sekadar urusan personal, tetapi membentuk business family yang terlibat dalam industri hiburan yang bersifat project-based dan temporal (Gorji et al., 2021). Perkawinan antar-selebriti dapat dipahami sebagai strategi merger jaringan sosial yang memberikan keuntungan mutual bagi kedua belah pihak dalam mengakses proyek-proyek menguntungkan dan memperluas celebrity capital mereka. Dalam konteks ini, pilihan untuk melakukan pernikahan siri mungkin dimotivasi oleh pertimbangan bisnis dan manajemen image public yang strategis.

Dampak sosiologis dari fenomena ini sangat luas dan multidimensional. Pertama, praktik pernikahan siri di kalangan selebriti dapat membentuk norma sosial baru yang melegitimasi perkawinan tidak tercatat di kalangan penggemar dan masyarakat umum. Kedua, hal ini berpotensi melemahkan institusi hukum perkawinan formal dan mengurangi perlindungan hukum bagi perempuan dan anak-anak. Ketiga, fenomena ini menciptakan stratifikasi dalam institusi perkawinan itu sendiri, dimana kelas sosial tertentu memiliki privilege untuk mengatur perkawinan mereka di luar kerangka hukum formal negara.

Untuk mengatasi kompleksitas ini, diperlukan pendekatan holistik yang mengintegrasikan pemahaman sosiologis, hukum Islam, dan hukum positif Indonesia. Regulasi perkawinan perlu diperkuat dengan memberikan insentif bagi pencatatan perkawinan sambil tetap menghormati dimensi religius dari institusi perkawinan. Selain itu, edukasi publik mengenai implikasi hukum dari perkawinan tidak tercatat perlu ditingkatkan, khususnya melalui platform media yang diakses oleh target demografi yang rentan terpengaruh oleh perilaku selebriti.

Kesimpulannya, fenomena pernikahan siri di kalangan selebriti mencerminkan intersection kompleks antara stratifikasi sosial, norma agama, dan struktur hukum dalam masyarakat Indonesia kontemporer. Pemahaman yang mendalam terhadap dinamika ini penting untuk mengembangkan kebijakan hukum keluarga yang responsif terhadap realitas sosial sambil tetap memberikan perlindungan optimal bagi semua anggota masyarakat, tanpa memandang status sosial mereka.

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana S3 Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Suska Riau

Daftar Pustaka

Al-Sharmani, M., & Moors, A. (2022). Introduction: Muslim marriages in Europe and North America. Hawwa, 20(1-2), 1-28. https://doi.org/10.1163/15692086-12341424

Eidrup, M. (2025). The study of Muslim family norms in contemporary Europe: A systematic scoping review. Oxford Journal of Law and Religion, rwaf005. https://doi.org/10.1093/ojlr/rwaf005

Gorji, Y., Carney, M., & Prakash, R. (2021). Celebrity couples as business families: A social network perspective. Family Business Review, 34(4), 365-384. https://doi.org/10.1177/08944865211050348

Karney, B. R., & Neff, L. A. (2021). Socioeconomic status and intimate relationships. Annual Review of Psychology, 72, 391-414. https://doi.org/10.1146/annurev-psych-051920-013658

Lemons, K., & de Rooij, L. (Eds.). (2023). Islam and the institution of marriage: Legal and sociological approaches. Bristol University Press.

Moore, A. (2024). The practice of informal marriages in the Muslim world: A comparative portrait. British Journal of Middle Eastern Studies, 51(5), 793-815. https://doi.org/10.1080/13530194.2023.2194609

Özdemir, S. Z. (2025). Islamic family law in Morocco: Historical developments and reforms. Ilahiyat Studies, 16(1), 107-122. https://doi.org/10.12730/is.1585555

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *