AKTAMEDIA.COM, JAKARTA — Era digitalisasi telah mengubah lanskap komunikasi keluarga Muslim, dimana konflik rumah tangga kini dapat tersebar viral dalam hitungan jam, menciptakan dilema antara transparansi dan fitnah dalam perspektif hukum Islam. Fenomena ini tergambar jelas dalam kasus yang diberitakan Pontianak Post, 27 Juli 2025, tentang seorang perempuan yang mengaku diminta suaminya untuk melakukan poliandri dalam sebuah video kajian yang viral di media sosial, namun kemudian suami memberikan klarifikasi yang berbeda.
Fenomena viral di media sosial mengenai pengakuan seorang istri tentang permintaan suaminya untuk melakukan poliandri (perkawinan satu perempuan dengan beberapa laki-laki) telah memicu diskusi luas tentang batasan privasi rumah tangga dalam Islam. Kasus ini mencerminkan kompleksitas modern dimana teknologi digital bertemu dengan nilai-nilai tradisional keluarga Muslim. Al-Qur’an secara tegas melarang poliandri melalui firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 24, yang menegaskan bahwa seorang perempuan hanya boleh menikah dengan satu laki-laki pada satu waktu. Digitalisasi dalam hukum keluarga Islam menghadirkan tantangan baru dalam penegakan nilai-nilai syariah (hukum Islam) di era modern (Hidayat, 2024).
Penelitian menunjukkan bahwa media sosial memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat Muslim, termasuk dalam konteks keluarga dan pernikahan. Studi tentang penggunaan media sosial di kalangan Muslim menunjukkan bahwa platform digital sering digunakan untuk membangun identitas dan komunikasi keagamaan, namun juga berpotensi menimbulkan konflik (Yilmaz & Akyüz, 2022). Ketika istri mengklaim diminta melakukan poliandri, sementara suami memberikan klarifikasi yang berbeda, masyarakat Muslim dihadapkan pada dilema epistemologis (persoalan tentang sumber dan validitas pengetahuan) tentang kebenaran yang harus dipercaya. Dalam konteks hukum Islam, prinsip tabayyun (verifikasi atau pemeriksaan kebenaran informasi) sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hujurat ayat 6 menjadi fundamental dalam menyikapi informasi viral.
Perspektif berbeda muncul ketika menganalisis dampak psikologis dari penyebaran konflik rumah tangga di ruang publik digital. Penelitian mengenai tantangan parenting (pola asuh) di era digital dari perspektif hukum keluarga Islam menunjukkan bahwa eksposur konflik keluarga di media sosial dapat menimbulkan dampak negatif pada struktur keluarga Muslim (Rahman et al., 2024). Namun, perspektif lain menunjukkan bahwa transparansi digital dapat menjadi mekanisme perlindungan bagi perempuan yang mengalami masalah dalam rumah tangga, memberikan platform untuk meminta bantuan ketika jalur tradisional tidak efektif.
Analisis mendalam terhadap kasus ini memerlukan pemahaman tentang adaptasi hukum keluarga Islam dalam menghadapi era digital. Digitalisasi dalam hukum keluarga Islam menghadirkan peluang sekaligus tantangan dalam penerapan prinsip-prinsip syariah (Sulaiman, 2024). Sistem penyelesaian konflik dalam hukum keluarga Islam mengutamakan mediasi internal melalui keluarga, yang dalam terminologi fikih disebut hakam (juru damai atau mediator dari pihak keluarga), baru kemudian melibatkan otoritas eksternal. Penyebaran konflik di media sosial melewati tahap mediasi tradisional ini, menciptakan apa yang dapat disebut sebagai “digital bypassing” (melewati prosedur penyelesaian tradisional melalui media digital) dalam sistem hukum Islam. Studi tentang resolusi konflik keluarga dalam hukum Islam menunjukkan bahwa metode Nabi dalam mediasi masih relevan untuk diterapkan dalam penyelesaian sengketa modern (Abdullah, 2025).
Solusi komprehensif memerlukan pendekatan multi-level (bertingkat) yang mengintegrasikan prinsip-prinsip hukum Islam dengan realitas digital modern. Pertama, pengembangan literasi digital Islam yang mencakup etika penyebaran informasi rumah tangga sesuai dengan prinsip hikmah (kebijaksanaan dalam bertindak) dan maslahah (kemaslahatan atau manfaat bagi umat). Kedua, pembentukan platform mediasi digital yang diawasi oleh ulama kompeten untuk menangani konflik keluarga yang tersebar viral. Ketiga, penguatan konseling pranikah yang mencakup manajemen konflik di era digital, dengan mempertimbangkan tantangan khusus yang dihadapi keluarga Muslim dalam era digitalisasi (Hassan, 2023).
Kasus viral ini mengingatkan umat Islam tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara transparansi dan privasi dalam kehidupan berkeluarga. Prinsip hukum Islam yang mengutamakan islah (perbaikan atau reformasi) dan hikmah (kebijaksanaan) harus menjadi panduan dalam menavigasi kompleksitas konflik keluarga di era digital. Masyarakat Muslim perlu mengembangkan digital wisdom (kearifan digital) yang tidak hanya memanfaatkan teknologi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana memperkuat nilai-nilai keluarga Islam yang hakiki, dengan selalu mengutamakan verifikasi kebenaran sebelum menyebarkan informasi yang berpotensi merusak institusi keluarga.
Penulis adalah mahasiswa pascasarjana S3 prodi Hukum Keluarga Islam UIN Suska Riau
Daftar Pustaka
Abdullah, M. H. (2025). Family conflict resolution in Islamic law: Prophetic methods and contemporary applications. Journal of Islamic Studies, 36(2), 145-167. https://doi.org/10.1093/jis/etac034
Hassan, F. A. (2023). Digital counseling in Islamic family guidance: Modern approaches to traditional values. Islamic Law and Society, 30(4), 456-478. https://doi.org/10.1163/15685195-bja10045
Hidayat, A. S. (2024). Digitalization in Islamic family law: An opportunity or a threat? International Journal of Religion and Social Community, 2(3), 234-251.
Rahman, S., Ahmad, N., & Mahmud, Z. (2024). Challenges of parenting in the digital era: A review from the perspective of Islamic family law. Al-Qadha: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-Undangan, 11(2), 178-195.
Sulaiman, I. (2024). The problems of Islamic family law in the digital era and its relevance to renewal of the compilation of Islamic law. Jurnal Hukum Islam, 22(1), 89-108.
Yilmaz, H., & Akyüz, S. S. (2022). The reactions to Muslim identity building through social media: User comments on YouTube street interview videos. Religions, 13(6), 498. https://doi.org/10.3390/rel13060498
Leave a Reply