Era Baru Kepemimpinan Kampus: Integritas dan Transparansi Jadi Kunci di Masa Post-Truth

AKTAMEDIA.COM, JAKARTA – Era post-truth yang ditandai dengan merebaknya informasi yang tidak akurat dan memudarnya kepercayaan terhadap kebenaran objektif telah menghadirkan tantangan baru bagi kepemimpinan perguruan tinggi di Indonesia. Pelantikan tiga pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) yang baru dilakukan oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar pada Senin (26/5/2025) menjadi momentum penting untuk merenungkan kembali peran integritas dan transparansi dalam kepemimpinan akademik kontemporer.

Kepemimpinan di Era Post-Truth: Tantangan Naratif Baru

Konsep post-truth, yang secara resmi diakui Oxford English Dictionary sebagai “word of the year” pada tahun 2016, merujuk pada keadaan di mana fakta objektif menjadi kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan emosi dan keyakinan personal (Oxford English Dictionary, 2016). Foroughi, Gabriel, dan Fotaki (2019) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa era post-truth ditandai oleh berbagai faktor kompleks, termasuk munculnya ide-ide relativis dan postmodernis, kepemimpinan yang tidak jujur, revolusi digital dan media sosial, serta krisis ekonomi yang mengakibatkan merosotnya kepercayaan publik (Foroughi et al., 2019, hlm. 138).

Dalam konteks pendidikan tinggi, fenomena ini menciptakan ekologi naratif yang baru, dimana berbagai jenis narasi dan kontra-narasi muncul, berinteraksi, berkompetisi, beradaptasi, dan berkembang (Foroughi et al., 2019, hlm. 142). Pemimpin perguruan tinggi kini harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan standar akademik yang tinggi sambil menavigasi lanskap informasi yang semakin kompleks dan terfragmentasi.

Integritas Akademik sebagai Fondasi Kepercayaan

Integritas akademik, yang didefinisikan sebagai ekspektasi bahwa seluruh anggota komunitas akademik bertindak dengan cara yang mencerminkan nilai-nilai fundamental kepercayaan, kejujuran, keadilan, rasa hormat, dan tanggung jawab (International Center for Academic Integrity, 2021), menjadi semakin krusial di era post-truth. Coates, Croucher, dan Calderon (2025) menekankan bahwa terdapat kebutuhan mendesak untuk mereformasi tata kelola pendidikan tinggi guna memastikan integritas akademik sebagai respons terhadap implikasi kontemporer dari kecerdasan buatan generatif (Coates et al., 2025).

Penelitian Holden, Norris, dan Kuhlmeier (2021) menunjukkan bahwa dengan meningkatnya penggunaan kursus online dalam kurikulum pendidikan tinggi, peluang baru untuk “e-cheating” pun bermunculan (Holden et al., 2021). Hal ini menggarisbawahi pentingnya sistem integritas akademik yang transparan dan terawasi dengan baik untuk mengurangi risiko yang dihadapi kelompok-kelompok tertentu dalam menghadapi sistem integritas akademik (Eaton & Turner, 2024).

Transparansi sebagai Instrumen Akuntabilitas

Transparansi dalam kepemimpinan perguruan tinggi bukan hanya tentang keterbukaan informasi, tetapi juga tentang menciptakan kultur organisasi yang mendorong akuntabilitas dan kepercayaan. Tammeleht, Löfström, dan Rodriguez-Triana (2022) mengidentifikasi empat prinsip utama dalam kepemimpinan etika dan integritas penelitian: “kebutuhan masyarakat,” “pengembangan komunitas,” “kompetensi personal pemimpin,” dan “budaya terbuka” (Tammeleht et al., 2022).

Dalam konteks ini, pemimpin perguruan tinggi harus mampu menjadi “detektor dini” terhadap potensi penyimpangan dan menjaga marwah institusi, sebagaimana ditekankan oleh Menteri Agama dalam sambutannya. Hal ini sejalan dengan temuan Awosoga et al. (2021) yang menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa dan fakultas terhadap ketidakjujuran akademik sangat dipengaruhi oleh transparansi dalam penanganan kasus pelanggaran (Awosoga et al., 2021).

Inovasi dalam Bingkai Regulasi

Era post-truth menuntut pemimpin perguruan tinggi untuk berani berinovasi tanpa melanggar aturan yang berlaku. Konsep “out of the box thinking” yang disampaikan Menteri Agama mencerminkan kebutuhan akan kreativitas dalam mengelola institusi pendidikan di tengah perubahan yang cepat.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa implementasi teknologi kecerdasan buatan dalam pendidikan tinggi menimbulkan pertanyaan etis yang signifikan terkait dengan integritas akademik (Qadir, 2025). Oleh karena itu, pemimpin perguruan tinggi harus mampu mengadopsi teknologi baru sambil mempertahankan standar etika yang tinggi.

Implikasi bagi Manajemen Sumber Daya Manusia

Penekanan pada kesejahteraan dosen dan tenaga pendidik yang disampaikan Menteri Agama memiliki relevansi yang kuat dengan penelitian akademik kontemporer. Kondisi prekarius dalam dunia kerja akademik dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan dan komitmen terhadap integritas institusi (Löfström et al., 2025). Pemimpin perguruan tinggi harus mampu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pengembangan akademik sambil mempertahankan standar integritas yang tinggi.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Era post-truth menghadirkan tantangan yang kompleks bagi kepemimpinan perguruan tinggi di Indonesia. Integritas dan transparansi bukan lagi sekadar nilai-nilai ideal, tetapi merupakan strategi survival institusi dalam menghadapi krisis kepercayaan publik. Pemimpin perguruan tinggi yang baru dilantik harus mampu:

 

Mengembangkan sistem integritas akademik yang adaptif terhadap perkembangan teknologi

Menciptakan kultur transparansi yang mendukung akuntabilitas institusi

Berinovasi dalam bingkai regulasi yang berlaku

Mempertahankan kesejahteraan komunitas akademik sebagai fondasi integritas institusi

 

Keberhasilan dalam menjalankan amanah kepemimpinan di era post-truth akan sangat bergantung pada kemampuan untuk membangun narasi yang autentik dan kredibel, sambil mempertahankan komitmen terhadap kebenaran akademik dan transparansi institusi.

 

Oleh :

Muslih, S. Ag

(Penggiat Sosial)

Referensi

Awosoga, O., Nord, C. M., Varsanyi, S., Barley, R., & Meadows, J. (2021). Student and faculty perceptions of, and experiences with, academic dishonesty at a medium–sized Canadian university. International Journal for Educational Integrity, 17(24). https://doi.org/10.1007/s40979-021-00090-w

Coates, H., Croucher, G., & Calderon, A. (2025). Governing Academic Integrity: Ensuring the Authenticity of Higher Thinking in the Era of Generative Artificial Intelligence. Journal of Academic Ethics. https://doi.org/10.1007/s10805-025-09639-7

Eaton, S. E., & Turner, K. L. (2024). Academic integrity or academic misconduct? Conceptual difficulties in higher education and the potential contribution of student demographic factors. Higher Education Research & Development, 43(4), 756-771. https://doi.org/10.1080/07294360.2024.2339833

Foroughi, H., Gabriel, Y., & Fotaki, M. (2019). Leadership in a post-truth era: A new narrative disorder? Leadership, 15(2), 135-151. https://doi.org/10.1177/1742715019835369

Holden, O. L., Norris, M. E., & Kuhlmeier, V. A. (2021). Academic Integrity in Online Assessment: A Research Review. Frontiers in Education, 6, 639814. https://doi.org/10.3389/feduc.2021.639814

International Center for Academic Integrity. (2021). The Fundamental Values of Academic Integrity (3rd ed.). ICAI.

Löfström, E., Tammeleht, A., & Rodriguez-Triana, M. (2025). Manifestations of research ethics and integrity leadership in national surveys – cases of Estonia, Finland, Norway, France and the Netherlands. Science and Engineering Ethics, 31(2), 15. https://doi.org/10.1080/08989621.2025.2481940

Oxford English Dictionary. (2016). Word of the Year 2016. Oxford University Press.

Qadir, J. (2025). Reassessing academic integrity in the age of AI: A systematic literature review on AI and academic integrity. Computers and Education Open, 6, 100186.

Tammeleht, A., Löfström, E., & Rodriguez-Triana, M. (2022). Facilitating Development of Research Ethics and Integrity Leadership Competencies. International Journal for Educational Integrity, 18(1), 11.

Cucu Komisaris
Author: Cucu Komisaris

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *