Advertisement

Indonesia Negara Yang Ribet Dalam Regulasi Ekspor Import Di Dunia

AKTAMEDIA.COM, JAKARTA – Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan potensi perdagangan internasional yang besar. Dengan sumber daya alam melimpah dan lokasi strategis di jalur perdagangan global, Indonesia seharusnya mampu menjadi pusat aktivitas ekspor-impor di Asia Tenggara. Namun, sejumlah laporan menyebutkan bahwa sistem regulasi perdagangan Indonesia masih dianggap rumit, lambat, dan penuh tantangan administratif. Bahkan beredar klaim bahwa Indonesia menempati peringkat ke-122 di dunia dalam hal kemudahan ekspor-impor.

Benarkah demikian? Mari kita telaah berdasarkan data dan analisis yang tersedia.

Peringkat Global: Benarkah Indonesia di Posisi ke-122?

Hingga kini, tidak ada satu peringkat resmi yang secara eksplisit menempatkan Indonesia di urutan ke-122 khusus untuk kerumitan regulasi ekspor-impor. Namun, World Bank melalui laporan “Ease of Doing Business” (sebelum dihentikan pada 2021) memberikan indikator yang sangat relevan yaitu:

Trading Across Borders (Kemudahan Perdagangan Lintas Batas):
Pada laporan terakhir (2020), Indonesia menempati peringkat ke-116 dari 190 negara dalam kategori ini.

Laporan tersebut mengevaluasi kemudahan dalam mengekspor dan mengimpor barang berdasarkan jumlah dokumen, waktu proses, serta biaya logistik. Posisi ini menempatkan Indonesia jauh di bawah negara-negara seperti Singapura (1), Thailand (62), dan Vietnam (104). Oleh karena itu, klaim peringkat ke-122 tidak sepenuhnya salah, meskipun tidak berasal dari sumber resmi terbaru dan lebih bersifat representatif terhadap masalah birokrasi yang ada.

Mengapa Sistem Ekspor-Impor Indonesia Dianggap Rumit?

Beberapa faktor utama yang membuat regulasi ekspor-impor Indonesia dianggap salah satu yang paling kompleks antara lain:

1. Tumpang Tindih Regulasi

Banyaknya peraturan dari berbagai kementerian dan lembaga menyebabkan inkonsistensi dalam kebijakan. Sebuah izin bisa membutuhkan persetujuan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, hingga Badan Karantina tergantung jenis barang.

2. Hambatan Non-Tarif Tinggi

Indonesia memberlakukan berbagai hambatan non-tarif seperti kuota, kewajiban sertifikasi, verifikasi surveyor, serta persyaratan kandungan lokal. Kebijakan ini menghambat kelancaran ekspor dan menghambat pelaku industri dalam memenuhi kebutuhan bahan baku impor.

3. Sistem Digitalisasi Belum Optimal

Walaupun pemerintah telah mengimplementasikan sistem OSS (Online Single Submission) dan INSW (Indonesia National Single Window) untuk menyederhanakan proses perizinan, implementasi teknisnya masih menghadapi banyak kendala, seperti gangguan sistem, integrasi yang belum sempurna antar instansi, serta kurangnya sosialisasi ke pelaku usaha.

4. Biaya dan Waktu Logistik Tinggi

Menurut Logistics Performance Index (LPI) yang diterbitkan oleh World Bank pada 2023, Indonesia masih tertinggal dalam hal efisiensi bea cukai, infrastruktur logistik, dan waktu pengiriman. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses ekspor dan impor di Indonesia masih tergolong lama dibandingkan rata-rata global.

Dampak terhadap Pelaku Usaha

Kerumitan regulasi berdampak signifikan pada daya saing pelaku usaha Indonesia, terutama di sektor industri manufaktur dan UKM. Banyak pelaku ekspor-impor yang mengeluhkan:

Keterlambatan pengiriman akibat menunggu izin impor barang modal dan bahan baku.

Biaya tambahan untuk proses verifikasi dokumen dan jasa surveyor.

Ketidakpastian hukum karena seringnya perubahan kebijakan secara mendadak.

Kondisi ini bukan hanya menghambat pertumbuhan ekspor, tapi juga membuat investor asing berpikir ulang untuk menanamkan modal di sektor perdagangan Indonesia.

Upaya Perbaikan oleh Pemerintah

Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Sejumlah reformasi telah dan sedang dilakukan untuk mengatasi masalah ini:

1. Penyederhanaan Lartas (Larangan dan Pembatasan)
Pemerintah mengurangi jumlah barang yang dikenai lartas untuk mempercepat arus barang.

2. Optimalisasi OSS dan NSW
Digitalisasi proses perizinan diintegrasikan dalam satu platform untuk memangkas birokrasi.

3. Revisi Peraturan Impor
Pemerintah meninjau ulang aturan pembatasan impor agar pelaku usaha mudah mendapat bahan baku.

4. Percepatan Logistik Nasional
Pembangunan pelabuhan modern, jalur distribusi intermoda, dan pelabuhan kering (dry port) terus dikembangkan.

Indonesia memang tidak secara resmi dinyatakan sebagai negara dengan regulasi ekspor-impor paling rumit di dunia, namun berbagai data menunjukkan bahwa sistem yang ada masih jauh dari efisien. Kompleksitas ini tercermin dalam berbagai peringkat global dan testimoni dari pelaku usaha dalam dan luar negeri.

Peringkat ke-116 dalam “Trading Across Borders” dan tantangan dalam LPI menjadi sinyal bahwa Indonesia harus mempercepat reformasi kebijakan perdagangannya. Jika tidak segera disederhanakan, kerumitan ini akan terus menjadi hambatan dalam upaya Indonesia untuk bersaing di pasar global dan menarik investasi asing.

Steven
Author: Steven

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *