AKTAMEDIA.COM, JAKARTA – Kelapa makin langka. Akibatnya, harga melonjak tinggi. Ekspor yang meningkat menjadi salah satu sebabnya. Pemerintah pun mendorong hilirisasi kelapa di dalam negeri.
Meski bulan puasa dan Lebaran sudah usai, harga kelapa parut tak kunjung turun, masih betah nangkring di kisaran Rp 20.000 hingga Rp 25.000 per butir. Padahal, sebelumnya, harga bahan baku santan ini paling mahal Rp 10.000 sebutir.
Lonjakan harga kelapa yang signifikan, menurut Prof Amzul Rifin, pakar dari Departemen Agribisnis IPB University, akibat pasokannya langka di dalam negeri. Pemicunya, peningkatan permintaan ekspor.
“Harga dunia yang naik membuat ekspor lebih menguntungkan dibandingkan dengan menjual kelapa di pasar domestik,” ujar Prof Amzul.
Soepri Hadiono, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI) juga mengatakan, permintaan dari luar negeri sangat besar, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. “Masalahnya, kebutuhan industri di dalam negeri tinggi tapi bahan baku kelapa butir berkurang. Hukum ekonomi, kalau permintaan tinggi dan produksinya rendah, maka harganya akan tinggi. Ini sedang darurat,” tegas Sopri.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ekspor kelapa bulat pada Februari 2025 melonjak 29,84% dibanding Januari 2025. Selama dua bulan pertama tahun ini, negara kita sudah mengekspor 71.077 ton kelapa di dalam kulit (endocarp) ke beberapa negara.
Sepanjang Januari hingga Februari 2025, China menjadi negara dengan tujuan utama ekspor kelapa bulat Indonesia mencapai 68.065 ton dengan nilai sebesar US$ 29,5 juta. Selanjutnya, Vietnam sebanyak 2.180 ton, Thailand 550 ton, serta Malaysia 280 ton.
Indonesia saat ini merupakan penghasil dan pengekspor kelapa dan produk turunannya yang terbesar kedua di dunia, setelah Filipina. Pengusahaan kelapa di Indonesia melibatkan lebih dari 5,6 juta rumahtangga petani, yang mengelola 98,95% kebun kelapa.
Leave a Reply