AKTAMEDIA.COM, KEDIRI – Dahulu Gudang Garam (GG) bukan hanya sekedar pabrik, namun GG adalah jantung yang memompa kehidupan di Kota Kediri.
Denyut nadinya adalah deru mesin dan tangan² terampil puluhan ribu ibu² pelinting yang menghidupi keluarga mereka dari lintingan tembakau.
Menjadi pegawai Gudang Garam adalah sebuah status, setiap kepul asapnya seolah menjadi asap kemakmuran bagi seluruh kota.
Pintu gerbang pabriknya adalah gerbang menuju masa depan yang lebih baik bagi banyak keluarga, mengubah Kediri menjadi salah satu kota paling makmur di Jawa Timur.
Setelah kabar pahit PHK massal dan nostalgia era kejayaannya, kini saatnya kita membedah “rapor keuangan” yang menjelaskan mengapa raksasa Gudang Garam kini terseok-seok.
Perusahaan yang lahir dari mimpi seorang Surya Wonowidjojo (Tjoa Ing-Hwie) di Kediri pada 1958 ini pernah begitu perkasa.
Ia selamat dari krisis moneter 1998, menjadi salah satu konglomerasi terbesar, dan sempat berekspansi membangun jalan tol hingga Bandara Dhoho.
Mari kita lihat keuntungan Gudang Garam berdasarkan angka di masa jayanya.
Puncaknya pada tahun 2019, harga sahamnya nyaris menyentuh Rp 90.000 per lembar dan perusahaan ini mencetak laba bersih yang fantastis yaitu Rp 10,8 triliun dalam setahun.
Namun badai datang menerjang, kenaikan cukai dan pergeseran selera pasar membuat laba perusahaan anjlok drastis dari tahun ke tahun.
– Laba 2023 : turun menjadi Rp 5,32 triliun.
– Laba 2024 : terjun bebas ke Rp 980,8 miliar (turun 81,57%).
– Laba 2025: sepanjang semester pertama, hanya mampu mencetak laba Rp 117 miliar.
Angka² inilah yang menjadi jawaban di balik PHK massal yang terjadi beberapa hari lalu.
Mesin uang yang dulu perkasa itu kini sedang “batuk-batuk” dan para pekerjalah yang pertama kali merasakan dampaknya.
Era kejayaan Gudang Garam kini benar² hanya tersisa dalam angka² di laporan keuangan masa lalu, semoga lekas pulih dan bangkit.
Sorotan Semua Orang
Leave a Reply