AKTAMEDIA.COM, JAKARTA – Ferry Irwandi adalah salah satu kreator konten yang belakangan menjadi sorotan di ruang digital Indonesia. Dikenal dengan gaya bicara yang lugas, ia sering menyampaikan kritik sosial, edukasi sejarah, hingga isu-isu aktual. Namun, di balik peran edukatifnya, nama Ferry juga tak lepas dari berbagai kontroversi. Sejumlah pernyataannya kerap memicu perdebatan sengit, baik di kalangan warganet maupun tokoh publik.
Tulisan ini mengulas berbagai kontroversi Ferry Irwandi, dari tantangan santet, konflik internal organisasi, hingga kritik terhadap kebijakan negara.
1. Tantangan Santet dan Ancaman Pembunuhan
Kontroversi pertama yang membuat Ferry viral adalah tantangan santet. Ia berani menguji klaim para dukun santet dengan taruhan besar: sebuah mobil Alphard dan uang tunai Rp1 miliar. Ferry menegaskan, jika ada yang berhasil menyantet dirinya, hadiah itu akan diberikan.
Namun, tantangan tersebut justru berbalik arah ketika Ria Puspita, seorang mantan dukun santet, tampil dalam kanal YouTube Malam Mencekam. Ria tidak membuktikan santet, melainkan melontarkan ancaman akan lebih memilih membunuh dengan tangan sendiri daripada memakai ilmu hitam. Pernyataan ini sontak memicu amarah publik sekaligus mempertegas sikap Ferry yang menolak segala bentuk intimidasi.
Ferry memberi ultimatum keras: Ria dan kanal tersebut harus membuktikan santet mereka dalam 24 jam atau meminta maaf. Akhirnya, pihak Malam Mencekam menghapus konten terkait dan menyampaikan permintaan maaf terbuka.
Peristiwa ini menegaskan posisi Ferry sebagai sosok yang kritis terhadap praktik supranatural, tetapi sekaligus memancing kontroversi karena dianggap sengaja mencari sensasi.
2. Kritik terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Kontroversi berikutnya muncul ketika Ferry mengomentari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia menyebut program tersebut tidak sepenuhnya gratis karena menggunakan dana APBN, alias uang rakyat.
“Gratis bagi masyarakat, tetapi tetap ada biaya yang ditanggung negara,” begitu inti kritik Ferry. Pernyataan ini memicu perdebatan karena ia dikenal berada dalam lingkaran dekat Deddy Corbuzier, yang justru mendukung program tersebut.
Namun, Ferry menegaskan perbedaan pendapat adalah hal wajar, dan kritik yang ia sampaikan bersifat membangun agar kebijakan bisa lebih transparan dan efektif.
3. Polemik Neo Historia dan Hak Penulis
Ferry juga sempat terseret dalam konflik internal dengan Neo Historia, sebuah organisasi sejarah digital. Masalah bermula ketika sejumlah penulis mengaku tidak menerima royalti maupun gaji secara tepat waktu.
Ferry kemudian mengambil inisiatif untuk bertemu para penulis dan mantan pengurus. Ia mencoba mencari solusi damai dan memperbaiki manajemen. Meski langkah ini mendapat apresiasi, tetap saja kontroversi muncul karena publik mempertanyakan profesionalisme organisasi yang pernah menaungi Ferry.
4. Perbandingan Konten dengan Gibran Rakabuming
Nama Ferry kembali muncul dalam perbincangan publik setelah membahas isu bonus demografi. Hampir bersamaan, Gibran Rakabuming Raka (Wakil Presiden terpilih) juga merilis video dengan tema serupa.
Sebagian netizen menuduh ada plagiarisme, tetapi faktanya Gibran lebih dulu merilis kontennya. Ferry membantah tudingan itu dan menegaskan bahwa isu bonus demografi adalah topik penting yang wajar dibahas oleh banyak pihak dengan perspektif berbeda.
5. Kritik terhadap UU TNI dan Penutupan Akun X
Pada April 2025, Ferry kembali ramai diperbincangkan setelah mengkritisi revisi Undang-Undang TNI. Cuitannya memicu reaksi keras dari sebagian publik. Tak lama setelah itu, ia menutup akun X (Twitter) miliknya.
Dalam pernyataan di Instagram, Ferry menyebut keputusan tersebut diambil demi menjaga kesehatan mental dan produktivitas. Langkah ini dianggap sebagian pihak sebagai bentuk “mundur” dari tekanan publik, namun ada juga yang menilai Ferry bijak karena tahu kapan harus menarik diri.
6. Kontroversi Kripto dan Relasi dengan Influencer
Pada pertengahan 2025, Ferry terseret lagi dalam kontroversi seputar kripto. Cuitannya yang menyinggung soal proyek Sejahtera—yang kemudian dikaitkan dengan Timothy Ronald—membuatnya dihujani kritik.
Sebagian netizen menuding proyek edukasi yang melibatkan nama Ferry dan rekannya lebih condong pada orientasi profit daripada murni pendidikan. Polemik ini memperlihatkan betapa rapuhnya batas antara edukasi digital dan kepentingan bisnis di era media sosial.
Dari berbagai kontroversi yang muncul, terlihat bahwa Ferry Irwandi memiliki dua wajah di mata publik:
1. Edukator dan pengkritik
Berani mengulas topik yang jarang disentuh, dari santet hingga demografi.
Mengajak masyarakat berpikir kritis terhadap kebijakan negara maupun fenomena sosial.
2. Sosok kontroversial
Sering memancing perdebatan dengan gaya bicara blak-blakan.
Dinilai sebagian orang sengaja menciptakan sensasi untuk menaikkan popularitas.
Ferry Irwandi seolah menempatkan dirinya sebagai “pembuka diskusi”. Namun, caranya kerap berhadapan langsung dengan opini publik yang tidak selalu siap menerima kritik frontal.
Kontroversi Ferry Irwandi menunjukkan bagaimana figur publik di era digital dapat dengan cepat menjadi pusat perdebatan. Dari isu santet, kebijakan negara, hingga kripto, Ferry berhasil menempatkan dirinya dalam narasi besar percakapan publik.
Apakah ia dilihat sebagai pencerah atau sekadar pencari sensasi, semuanya bergantung pada sudut pandang. Yang jelas, setiap kontroversinya membuka ruang diskusi baru—sesuatu yang jarang dilakukan oleh kreator konten pada umumnya.
Leave a Reply