AKTAMEDIA.COM, Indonesia – Presiden Prabowo Subianto kembali melakukan kunjungan kenegaraan ke China. Kunjungan tersebut semakin menegaskan posisi Beijing dalam landskap ekonomi dan politik kedua negara.
Prabowo bersama rombongan terbang melalui Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Selasa malam (2/9/2025). Salah satu agenda terbesarnya adalah bertemu dengan Presiden China Xi Jinping.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, memberikan pernyataan resmi kepada wartawan menyebut ada permohonan khusus dari pemerintah China, terutama untuk menghadiri parade militer.
Sebelumnya karena dinamika di dalam negeri, Prabowo melalui Prasetyo sempat menunda kunjungan karena memantau dan memimpin langsung proses penyelesaian berbagai situasi di dalam negeri, terkait demonstrasi dan kerusuhan yang terjadi.
“Pada malam hari ini Presiden Prabowo bertolak menuju ke Beijing, Tiongkok, untuk memenuhi undangan dari Presiden Xi Jinping yang sesungguhnya undangan tersebut mengharapkan kehadiran Bapak Prabowo dari tanggal 31 (Agustus). Namun karena adanya dinamika, di dalam negeri maka Bapak Presiden Prabowo memutuskan untuk menunda keberangkatan,” kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, melalui keterangan pers semalam, dikutip Rabu (3/9/2025).
Kunjungan Prabowo hanya berselang sembilan bulan sejak kunjungan pertamanya pada November 2024. China adalah negara pertama yang dikunjunginya setelah dilantik sebagai presiden pada Oktober 2024.
Dalam 20 tahun terakhir, hubungan China dan Indonesia makin erat, terutama di bidang perdagangan dan investasi.
Nilai perdagangan Indonesia dengan China pada 2000 hanya tercatat US$ 7,464 miliar tetapi kemudian melesat 1.882,65% pada 2024 menjadi US$ 147,99 miliar.
Sebelum dekade 2010-an, Jepang merupakan menjadi tujuan ekspor utama ataupun mitra dagang terbesar bagi Indonesia.Perubahan besar terjadi sejak diluncurkannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) pada 2004. Kesepakatan tersebut menghapus tarif untuk 94,6% dari semua jalur tarif untuk ekspor asal Indonesia ke China.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai perdagangan Indonesia-Jepang pada 2004 tercatat US$ 18,62 miliar di mana ekspor Indonesia mencapai US$ 15,96 miliar. Sementara itu, nilai perdagangan dengan China baru menembus US$ 12,24 miliar dengan nilai ekspor US$ 4,6 miliar.
Setelah ACFTA berlaku 10 tahun atau pada 2014 atau bertepatan dengan tahun terakhir kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), nilai perdagangan Indonesia dan China melonjak menjadi US$ 48,23 miliar dengan ekspor sebesar US$ 17,61 miliar.
China menjadi pasar ekspor non-migas terbesar Indonesia sejak 2011. Pada 2021, nilai perdagangan kedua negara bahkan menembus US$ 100 miliar untuk kali pertama dalam sejarah.
Besarnya peranan China dalam peta perdagangan Indonesia juga tergambar dari pangsa ekspor dan impor. Pada Januari-Juli 2025, ekspor Indonesia ke China menembus US$ 35,9 miliar atau 22,4% dari total.
Sementara itu, nilai impor dari China menembus US$ 47,97 atau sekitar 35% dari total impor. Bilai hanya dilihat dari impor non-migas, kontribusi impor China bahkan menembus 40,4%.
Leave a Reply