AKTAMEDIA.COM, JAKARTA – Kesejahteraan rakyat sering dijadikan tolok ukur keberhasilan suatu negara dalam membangun bangsa. Konsep ini mencakup tidak hanya aspek ekonomi, tetapi juga kesehatan, pendidikan, kebahagiaan, dan kebebasan. Swiss sering kali ditempatkan dalam daftar negara dengan tingkat kesejahteraan tertinggi di dunia, sedangkan Indonesia, sebagai negara berkembang, masih berjuang memperbaiki banyak indikator kesejahteraan. Artikel ini membandingkan kondisi kesejahteraan rakyat di kedua negara berdasarkan sejumlah aspek penting.
1. Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita
Ekonomi merupakan fondasi utama kesejahteraan. Swiss adalah salah satu negara terkaya di dunia dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sekitar USD 83.000, jauh di atas rata-rata global. Sebaliknya, Indonesia memiliki PDB per kapita sekitar USD 3.900. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil pada kisaran 5% per tahun, perbedaan pendapatan per kapita menunjukkan jurang yang lebar antara tingkat kesejahteraan masyarakat di kedua negara.
Di Swiss, mayoritas warga dapat menikmati standar hidup tinggi karena gaji yang diterima sebanding dengan biaya hidup. Sebagai contoh, gaji rata-rata setelah pajak di Swiss mencapai sekitar USD 6.800 per bulan, sementara biaya hidup bulanan sekitar USD 3.100. Artinya, pendapatan rata-rata masih mampu menutup kebutuhan hidup dan menyisakan tabungan.
Di Indonesia, rata-rata gaji setelah pajak hanya sekitar USD 323, sedangkan biaya hidup bulanan mencapai USD 583. Kondisi ini menandakan bahwa banyak masyarakat Indonesia harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan tidak jarang mengalami keterbatasan daya beli.
2. Kesehatan dan Harapan Hidup
Indikator kesehatan juga mencerminkan kesejahteraan rakyat. Swiss memiliki sistem kesehatan yang maju, dengan standar pelayanan medis yang tinggi dan jaminan asuransi kesehatan yang mencakup sebagian besar masyarakat. Tidak heran jika harapan hidup di Swiss mencapai 83–84 tahun, salah satu yang tertinggi di dunia.
Di Indonesia, harapan hidup rata-rata hanya sekitar 71 tahun. Faktor seperti keterbatasan akses kesehatan, tingginya angka kematian ibu dan anak, serta prevalensi penyakit menular dan tidak menular masih menjadi tantangan besar. Pemerintah Indonesia memang telah memperluas akses kesehatan melalui program BPJS Kesehatan, namun kualitas layanan dan pemerataan fasilitas masih belum sebanding dengan Swiss.
3. Pendidikan
Swiss dikenal memiliki sistem pendidikan berkualitas tinggi, dengan kurikulum yang menekankan keterampilan praktis dan akademik. Pendidikan tinggi di Swiss juga diakui dunia, terutama di bidang teknologi, bisnis, dan keuangan. Hal ini mendukung kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berdaya saing global.
Indonesia juga telah meningkatkan angka partisipasi sekolah dan mencatat kemajuan dalam literasi dasar. Namun, kualitas pendidikan masih belum merata di seluruh daerah. Faktor seperti keterbatasan fasilitas, kualitas guru, serta kesenjangan akses antara kota besar dan daerah terpencil membuat pencapaian pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan Swiss.
4. Kualitas Hidup dan Kebahagiaan
Swiss secara konsisten berada di peringkat atas World Happiness Report. Pada 2022, Swiss termasuk 10 negara paling bahagia di dunia, dengan skor sekitar 7,2 dari 10. Faktor yang berkontribusi antara lain lingkungan yang bersih, pelayanan publik yang efisien, rendahnya tingkat korupsi, serta keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Indonesia, pada laporan yang sama, berada di peringkat ke-84 dengan skor sekitar 5,2. Walaupun masyarakat Indonesia dikenal ramah dan memiliki tingkat kebersamaan sosial yang tinggi, tantangan ekonomi, infrastruktur, dan pemerintahan masih memengaruhi tingkat kebahagiaan rakyatnya.
5. Kebebasan, Demokrasi, dan Tata Kelola Pemerintahan
Swiss adalah salah satu negara dengan demokrasi paling mapan di dunia. Sistem demokrasi langsung memungkinkan rakyat berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan, melalui referendum yang rutin diadakan. Selain itu, tingkat korupsi di Swiss sangat rendah, menciptakan kepercayaan tinggi terhadap pemerintah dan institusi publik.
Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, telah mengalami kemajuan sejak era reformasi. Namun, indeks demokrasi Indonesia masih berada pada level menengah, sekitar 6,7 dari 10, sedangkan Swiss mencapai 9,1. Tantangan besar bagi Indonesia adalah praktik korupsi, birokrasi yang berbelit, serta kesenjangan sosial-ekonomi yang memperlambat pencapaian kesejahteraan merata.
6. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI)
Indeks Pembangunan Manusia mengukur kesejahteraan melalui kombinasi aspek ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Swiss masuk kategori sangat tinggi (very high human development) dan konsisten berada di peringkat teratas global.
Indonesia berada pada kategori tinggi (high human development), namun masih jauh tertinggal. Meski demikian, tren HDI Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, menandakan perbaikan berkelanjutan dalam pembangunan manusia.
7. Tantangan dan Peluang
Perbandingan ini menunjukkan bahwa Swiss telah mencapai kesejahteraan hampir di semua aspek, sementara Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Namun, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui:
1. Peningkatan kualitas pendidikan agar SDM lebih kompetitif.
2. Pemerataan layanan kesehatan hingga ke daerah terpencil.
3. Pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi untuk meningkatkan efisiensi.
4. Pertumbuhan ekonomi inklusif agar tidak hanya menguntungkan kelompok tertentu, tetapi merata ke seluruh lapisan masyarakat.
Swiss dan Indonesia adalah dua negara dengan kondisi kesejahteraan rakyat yang kontras. Swiss, dengan ekonomi kuat, sistem kesehatan canggih, pendidikan berkualitas, dan tata kelola pemerintahan yang bersih, berhasil menempatkan dirinya di jajaran negara dengan kualitas hidup tertinggi di dunia.
Indonesia, meskipun masih tertinggal dalam banyak indikator, menunjukkan kemajuan signifikan dan memiliki potensi besar berkat pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk produktif yang tinggi, serta kekayaan sumber daya alam. Dengan reformasi yang berkesinambungan, Indonesia berpeluang mengejar ketertinggalan dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya di masa depan.
Leave a Reply