Advertisement

Media Digital Dalam Perjodohan Muslim Lintas Budaya Era Kontemporer

AKTAMEDIA.COM, JAKARTA — Fenomena perkawinan lintas budaya melalui platform digital semakin menjadi realitas kontemporer yang tidak dapat diabaikan, sebagaimana terlihat dalam kasus viral pernikahan wanita Riau dengan pria Turki yang diberitakan Wolipop Detik.com, 7 Agustus 2025, khususnya dalam konteks pembentukan keluarga Muslim yang mengintegrasikan nilai-nilai tradisional Islam dengan dinamika teknologi modern.

https://wolipop.detik.com/wedding-news/d-8053086/pria-turki-nikahi-wanita-riau-viral-bukti-jodoh-bisa-datang-dari-mana-saja

Transformasi sosial yang dipicu oleh revolusi digital telah mengubah cara masyarakat Muslim membangun relasi interpersonal (hubungan antarpersonal) dan mencari pasangan hidup. Penelitian menunjukkan bahwa platform digital menawarkan alternatif untuk metode perjodohan konvensional sambil mempertahankan nilai-nilai Islam, meskipun masih menghadapi tantangan terkait komersialisasi dan keaslian pengguna (Abdel-Fadil, 2018). Hal ini menciptakan paradigma baru dalam memahami konsep ta’aruf (proses perkenalan dalam Islam yang bertujuan untuk pernikahan) yang telah lama menjadi pedoman interaksi pranikah dalam Islam, namun kini harus beradaptasi dengan realitas digital yang memungkinkan komunikasi lintas geografis dan budaya.

Dari perspektif psikologi sosial, penggunaan media digital dalam perjodohan Muslim menunjukkan pola perilaku yang unik dibandingkan dengan kelompok demografis lainnya. Studi mengenai praktik perkawinan tidak terdaftar di dunia Muslim mengidentifikasi bahwa platform digital seperti Facebook telah menjadi medium baru untuk dokumentasi dan promosi hubungan pranikah, dengan tingkat popularitas yang terus meningkat sejak 2018 (Bawadi & Rashid, 2023). Data empiris (berdasarkan pengalaman dan observasi) menunjukkan bahwa Muslim yang menggunakan platform digital untuk mencari pasangan cenderung lebih selektif dalam kriteria religiositas (tingkat keberagamaan) dan kompatibilitas (kecocokan) nilai-nilai keislaman. Fenomena ini mengindikasikan bahwa teknologi digital tidak serta-merta mengikis nilai-nilai tradisional Islam, melainkan menjadi medium baru untuk mengekspresikan dan memvalidasi komitmen keagamaan.

Kompleksitas psikologis dalam perkawinan lintas budaya melalui media digital memerlukan analisis yang lebih mendalam, terutama terkait dengan proses adaptasi identitas dan negosiasi nilai-nilai budaya. Penelitian kontemporer menunjukkan bahwa transformasi digital telah menghadirkan paradoks (pertentangan yang tampak berlawanan) signifikan dalam diskursus (wacana atau pembahasan) Islam modern, termasuk dalam domain pergeseran peran gender dan otoritas keagamaan di era internet (Al-Rawi, 2024). Pasangan Muslim lintas budaya yang bertemu melalui platform digital mengalami proses adaptasi budaya yang kompleks, dimana mereka harus mengembangkan strategi komunikasi yang mampu menjembatani perbedaan linguistik (kebahasaan), kulturalisme lokal, dan interpretasi praktik keislaman yang bervariasi antar region (wilayah).

Analisis komparatif (perbandingan) terhadap efektivitas media digital versus metode perjodohan tradisional dalam konteks Muslim menunjukkan hasil yang paradoksial. Di satu sisi, platform digital memberikan aksesibilitas (kemudahan akses) yang lebih luas dan memungkinkan proses seleksi yang lebih sistematis berdasarkan kriteria religiositas dan kompatibilitas psikologis. Namun, di sisi lain, aspek fisik dan kimia interpersonal yang menjadi elemen penting dalam teori psikologi perkawinan menjadi terbatas dalam interaksi virtual (maya). Studi mengenai hubungan religiositas dan kepuasan perkawinan menunjukkan bahwa komitmen dan praktik keagamaan memiliki pengaruh signifikan terhadap stabilitas hubungan, dengan implikasi penting bagi pasangan yang menjalin hubungan jangka panjang melalui media digital sebelum bertemu secara fisik (Ahmad et al., 2019).

Dari sudut pandang hukum Islam kontemporer, pemanfaatan media digital dalam perjodohan memerlukan framework regulasi yang mengakomodasi prinsip-prinsip syariah sekaligus fleksibilitas teknologi modern. Konsep mahram dan ikhtilat dalam fiqh klasik harus diinterpretasikan ulang dalam konteks komunikasi virtual, dimana interaksi antara laki-laki dan perempuan non-mahram terjadi dalam ruang digital yang memiliki karakteristik unik (Salleh & Omar, 2024). Solusi yang direkomendasikan mencakup pengembangan platform perjodohan Muslim yang mengintegrasikan mekanisme pengawasan berbasis komunitas, transparansi informasi keluarga, dan protokol komunikasi yang sesuai dengan adab islami. Implementasi teknologi blockchain untuk verifikasi identitas dan riwayat religius, serta algoritma matching yang memprioritaskan kompatibilitas nilai-nilai keislaman dapat menjadi inovasi teknologi yang mendukung pembentukan keluarga Muslim yang berkualitas.

Kesimpulannya, peranan media digital dalam perjodohan dan pembentukan keluarga Muslim lintas budaya merepresentasikan evolusi natural dari praktik ta’aruf tradisional yang beradaptasi dengan realitas global kontemporer. Keberhasilan integrasi nilai-nilai Islam dalam platform digital bergantung pada pengembangan framework psikologis dan hukum yang komprehensif (menyeluruh), serta komitmen komunitas Muslim untuk memanfaatkan teknologi sebagai sarana memperkuat, bukan mengikis, fondasi keluarga islami. Diperlukan penelitian longitudinal (jangka panjang) lebih lanjut untuk memahami dampak jangka panjang perkawinan digital terhadap stabilitas keluarga Muslim dan transmisi nilai-nilai keislaman kepada generasi mendatang.

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana S3 Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Suska Riau

Daftar Pustaka

Abdel-Fadil, M. (2018). Online dating and courtship among Muslim American women: Negotiating technology, religious identity, and culture. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on Cyberspace, 12(2), Article 7.

Ahmad, M., Akhtar, S., & Malik, M. S. (2019). The relationship of religiosity and marital satisfaction: The role of religious commitment and practices on marital satisfaction among Pakistani respondents. Frontiers in Psychology, 10, 2158. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.02158

Al-Rawi, A. (2024). The paradoxes of modern Islamic discourses and socio-religious transformation in the digital age. Religions, 15(2), 207. https://doi.org/10.3390/rel15020207

Bawadi, H., & Rashid, M. (2023). The practice of informal marriages in the Muslim world: A comparative portrait. British Journal of Middle Eastern Studies, 51(5), 1089-1107. https://doi.org/10.1080/13530194.2023.2194609

Mir-Hosseini, Z. (2018). Marriage in Islamic interpretive tradition: Revisiting the legal and the ethical. Journal of Islamic Ethics, 2(1-2), 76-96.

Shah, S. K., & Ahmed, R. (2025). Study of Muslim family norms in contemporary Europe: A systematic scoping review. Oxford Journal of Law and Religion, Article rwaf005. https://doi.org/10.1093/ojlr/rwaf005

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *