AKTAMEDIA.COM, BANDUNG – Di tengah hebohnya perintis dan pewaris, pria bernama Alif ini membagikan kisah hidupnya yang penuh perjuangan melalui akun Instagram @aliftowew. Sebagai anak seorang kuli bangunan, perjuangannya untuk bisa lulus S1 dan S2 Matematika di ITB secara cumlaude dengan segala keterbatasan jadi bukti bagaimana beratnya perjuangan yang ia lalui sebagai perintis.
Saat baru satu minggu berkuliah di ITB, sang ayah meninggal dunia karena serangan jantung saat bekerja. Peristiwa itu meninggalkan luka mendalam bagi dirinya, ibunya, dan dua adiknya. Pikiran tentang masa depan keluarga mulai membebani pikirannya sejak sang ayah tiada. Ia memikirkan bagaimana cara mencukupi kebutuhan makan hingga membayar biaya kontrakan setiap bulan.
“Tapi ada yg mengingatkan saya yg memberi rezeki itu Allah, bukan bapak,” ungkapnya.
Sejak itu ia memantapkan diri sebagai tulang punggung keluarga. Ia berangkat kuliah jam 6 pagi dan pulang jam 10 malam, menjalani berbagai pekerjaan seperti asisten dosen, asisten laboratorium, hingga mengajar part-time. Setiap bulan ia mengantongi sekitar Rp3 juta dari hasil mengajar paruh waktu. Tambahan beasiswa bidikmisi dan bantuan dari Salman ITB turut menopang kebutuhan hidupnya.
Dari total pemasukan itu, ia hanya mengambil Rp11 ribu per hari untuk kebutuhan harian, Rp10 ribu untuk bensin pulang-pergi Baleendah–ITB, dan Rp1.000 untuk parkir di Salman yang dikenal paling murah. Ia selalu membawa bekal dari rumah dan nyaris tidak pernah jajan selama kuliah. Mengikuti acara kampus seperti company visit pun tidak pernah ia lakukan demi menghemat pengeluaran.
Namun segala lelah dan keterbatasan yang dialami selama kuliah akhirnya membuahkan hasil membanggakan. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan S1 dengan predikat cumlaude. Ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 di jurusan Matematika melalui program fast track. Dalam waktu satu tahun, ia berhasil menyelesaikannya dan kembali lulus dengan hasil memuaskan.
Di semester akhir kuliah, ia mulai membangun startup bersama sahabatnya Adit bernama Cerebrum, platform edukasi berbasis teknologi yang menyediakan berbagai aplikasi penunjang pembelajaran. Platform ini berkembang pesat dengan menghadirkan 16 aplikasi pendukung pembelajaran dan telah digunakan lebih dari 3 juta orang hingga membuat finansialnya dan keluarga membaik.
Sebagai bentuk berbagai kebahagiaan, ia mengajak seluruh timnya berangkat umrah sebagai bentuk syukur atas pencapaian tersebut. Keberhasilan juga membuatnya bisa membelikan ibunya rumah setelah 40 tahunan mengontrak. Ia juga berhasil mengumrahkan sang ibu, menikah, memiliki anak lucu, dan hidup layak dengan rumah serta kendaraan sendiri.
Di tengah rasa syukur, ia mengingatkan diri sendiri untuk tetap rendah hati dan tidak lupa pada perjuangan yang telah dilalui. Ia juga mengajak siapa pun yang melihat pencapaiannya untuk tidak menilai hanya dari hasil akhirnya saja. Konsistensi, menurutnya, adalah kunci untuk menjadi yang terbaik di bidang masing-masing.
Leave a Reply