Advertisement

Maqasid Nikah Dalam Mengatasi Perbedaan Usia Dan Karakter Pasangan

AKTAMEDIA.COM, JAKARTA — Pernikahan dalam Islam bukan sekadar kontrak sosial, melainkan institusi sakral yang memiliki tujuan-tujuan filosofis mendalam yang dikenal sebagai maqasid nikah (tujuan-tujuan pernikahan), yang menjadi kunci dalam mengatasi berbagai tantangan perbedaan fundamental antara pasangan suami istri. Hal ini terinspirasi dari kisah pernikahan yang harmonis selama 14 tahun seperti yang diberitakan detik.com pada 1 Agustus 2025, di mana strategi komunikasi dan adaptasi perbedaan menjadi kunci keberhasilan rumah tangga.

https://hot.detik.com/celeb/d-8041506/14-tahun-menikah-zee-zee-shahab-cerita-soal-cara-jaga-rumah-tangga-tetap-adem

Fenomena pernikahan dengan perbedaan signifikan usia, karakter, dan latar belakang semakin umum dalam masyarakat kontemporer (masa kini). Penelitian terkini menunjukkan bahwa perbedaan karakteristik fundamental dalam pernikahan memerlukan pendekatan khusus untuk mempertahankan stabilitas rumah tangga (Frontiers in Psychology, 2025). Kondisi ini memerlukan pendekatan filosofis yang kuat untuk mempertahankan keharmonisan rumah tangga, di mana konsep maqasid nikah (tujuan-tujuan pernikahan) memberikan kerangka teoritis yang komprehensif (menyeluruh).

Maqasid nikah (tujuan-tujuan pernikahan) dalam tradisi fikih (hukum Islam) mencakup lima tujuan utama: hifz al-nasl (preservasi keturunan atau pelestarian generasi), hifz al-din (pemeliharaan agama), tahsin al-akhlaq (perbaikan moral atau peningkatan budi pekerti), isykba’u al-hajah (pemenuhan kebutuhan biologis), dan tahqiq al-sakinah (pencapaian ketenangan jiwa atau kedamaian batin) (Al-Maqasid International Journal, 2024). Studi kontemporer (kajian masa kini) tentang pernikahan Muslim menunjukkan bahwa pasangan yang menerapkan prinsip-prinsip maqasid dalam menghadapi perbedaan fundamental memiliki adaptabilitas (kemampuan beradaptasi) yang lebih baik dalam mengelola konflik pernikahan (Humanities and Social Sciences Communications, 2022). Konsep sakinah (ketenangan), mawaddah (kasih sayang), wa rahmah (dan belas kasih) yang menjadi inti maqasid nikah terbukti efektif sebagai mekanisme adaptasi terhadap disparitas (kesenjangan) karakteristik personal.

Tantangan perbedaan usia, karakter, dan latar belakang dalam pernikahan memerlukan pendekatan yang berbeda dengan konflik konvensional (tradisional). Penelitian tentang perspektif maqasid syariah (tujuan-tujuan hukum Islam) dalam pernikahan menunjukkan bahwa perbedaan fundamental dapat diminimalisir dampaknya melalui implementasi (penerapan) prinsip-prinsip komunikasi Islam yang konstruktif (membangun) (Mazahibuna Journal, 2024). Studi serupa mengidentifikasi bahwa disparitas (kesenjangan) latar belakang dapat diatasi melalui penerapan konsep al-ihsan (berbuat baik atau kebaikan yang sempurna) dan al-tasamuh (toleransi atau sikap lapang dada) dalam interaksi sehari-hari, sebagaimana tercermin dalam penelitian pernikahan antar agama dari perspektif maqasid (International Journal on Advanced Science, Education, and Religion, 2025).

Analisis mendalam terhadap aplikasi maqasid nikah (tujuan-tujuan pernikahan) dalam konteks perbedaan fundamental mengungkap bahwa keberhasilan adaptasi tidak bergantung pada eliminasi (penghapusan) perbedaan, melainkan pada transformasi (perubahan) perbedaan menjadi komplementaritas (saling melengkapi). Konsep al-zawjiyyah (pasangan yang saling melengkapi atau berpasang-pasangan) dalam Al-Qur’an Surah Adz-Dzariyat ayat 49 memberikan landasan teologis (dasar agama) bahwa perbedaan adalah sunnatullah (hukum alam atau ketentuan Allah) yang harus disikapi sebagai rahmat, bukan musibah. Penelitian terbaru tentang kepercayaan pernikahan dari perspektif mahasiswa yang sudah menikah menunjukkan bahwa pasangan yang mengimplementasikan (menerapkan) perspektif komplementaritas memiliki pandangan yang lebih positif terhadap institusi (lembaga) pernikahan (Frontiers in Psychology, 2025).

Solusi implementatif (penerapan dalam praktik) berbasis maqasid nikah (tujuan-tujuan pernikahan) meliputi tiga strategi utama: pertama, pengembangan komunikasi empatik (berempati atau memahami perasaan pasangan) berbasis prinsip al-hikmah (bijaksana atau kebijaksanaan dalam bertindak) yang mempertimbangkan konteks psikologis dan sosial masing-masing pasangan; kedua, kultivasi (pembudayaan) sikap al-sabr (sabar atau ketabahan dalam menghadapi cobaan) dan al-syukr (syukur atau rasa terima kasih) sebagai fondasi psikologis dalam menerima dan mengapresiasi (menghargai) perbedaan; ketiga, implementasi sistem musyawarah (berunding atau berembuk) keluarga yang memungkinkan negosiasi (perundingan) perbedaan secara konstruktif (membangun). Penelitian tentang alat diagnostik (cara mendiagnosis atau mengenali masalah) untuk konseling keluarga dan pernikahan Muslim menunjukkan efektivitas (keberhasilan) pendekatan berbasis nilai-nilai Islam dalam mengatasi masalah pernikahan (Humanities and Social Sciences Communications, 2022).

Maqasid nikah (tujuan-tujuan pernikahan) sebagai landasan filosofis terbukti memberikan framework (kerangka kerja) yang kokoh dalam mengatasi tantangan perbedaan usia, karakter, dan latar belakang dalam pernikahan. Implementasi (penerapan) sistematis prinsip-prinsip maqasid tidak hanya mengatasi konflik, tetapi mentransformasi (mengubah) perbedaan menjadi kekuatan komplementer (saling melengkapi) yang memperkaya dinamika pernikahan. Diperlukan pengembangan program edukasi pra-nikah berbasis maqasid dan pelatihan konselor pernikahan untuk mengoptimalkan potensi filosofis Islam dalam membangun keluarga yang berkualitas di era kontemporer (masa kini).

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana S3 Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Suska Riau

Daftar Pustaka

Detik.com. (1 Agustus 2025). 14 tahun menikah, Zee Zee Shahab cerita soal cara jaga rumah tangga tetap adem. Hot Detik.

Frontiers in Psychology. (2025). Exploring marriage beliefs from the perspectives of married students. Frontiers in Psychology, 16. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2025.1481905

Humanities and Social Sciences Communications. (2022). A diagnostic tool for family and marriage counseling with Muslim couples. Nature, 9(1), 1-12.

International Journal on Advanced Science, Education, and Religion. (2025). The marriage of a converted woman with a religious leader from Maqashid Syari’ah perspective at Batu Ampar District. IJoASER, 8(1), 45-62.

Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab. (2024). Exploring the verdict of interfaith marriage under Maqāṣid Sharīa insights. Mazahibuna, 5(1), 78-95.

The International Journal of Maqasid Studies and Advanced Islamic Research. (2024). Contemporary applications of maqasid al-shariah in family law. AL-MAQĀṢID, 3(2), 156-174.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *