AKTAMEDIA.COM, JAKARTA – Kasus korupsi yang menimpa Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan, telah menjadi perhatian publik luas. Vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada tokoh yang dikenal sebagai ekonom reformis ini memunculkan perdebatan tajam di kalangan akademisi dan praktisi hukum. Salah satu suara kritis datang dari pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Dr. Feri Amsari, yang menilai vonis tersebut mengabaikan prinsip penting dalam hukum pidana: mens rea.
Pengertian Mens Rea dalam Hukum Pidana
Mens rea, berasal dari bahasa Latin, berarti “pikiran bersalah” atau guilty mind. Dalam sistem hukum pidana, unsur ini merujuk pada niat atau kesadaran pelaku saat melakukan suatu perbuatan pidana. Bersama dengan actus reus (perbuatan pidana), mens rea menjadi unsur penting dalam membuktikan kesalahan seseorang.
Tanpa adanya bukti bahwa pelaku memiliki niat jahat atau kesadaran bahwa tindakannya melanggar hukum, maka tidak seharusnya orang tersebut dinyatakan bersalah secara pidana, terutama dalam perkara korupsi yang sangat menekankan niat memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Pandangan Feri Amsari: Mens Rea yang Diabaikan
Dalam berbagai kesempatan, Feri Amsari menyampaikan bahwa kasus yang menjerat Tom Lembong bernuansa politik lebih kuat daripada unsur hukum murni. Ia menyoroti bahwa dalam proses persidangan, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Tom memiliki niat jahat atau mens rea dalam kebijakan impor gula yang dijalankannya.
> “Vonis terhadap Tom Lembong adalah bentuk kriminalisasi kebijakan. Hukum pidana seharusnya tidak digunakan untuk menghukum kebijakan ekonomi yang tidak menguntungkan penguasa,” ujar Feri dalam sebuah wawancara.
Menurutnya, Tom Lembong hanya menjalankan tugasnya untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan gula nasional. Tidak ditemukan adanya aliran dana ke rekening pribadi, gratifikasi, atau indikasi memperkaya diri sendiri. Justru, Tom dinilai menggunakan pendekatan liberal dalam kebijakan ekonomi, yang dianggap bertentangan dengan arah kebijakan penguasa saat ini.
Vonis Hakim: Menghukum Tanpa Mens Rea
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan bahwa Tom Lembong bersalah karena melanggar prosedur dalam pemberian izin impor. Namun, mereka juga mengakui tidak ada bukti Tom menerima keuntungan pribadi dari kebijakan tersebut.
Hal ini memunculkan pertanyaan serius: apakah seseorang bisa dipidana korupsi hanya karena kesalahan prosedur, tanpa niat jahat atau keuntungan pribadi? Dalam praktik hukum yang sehat, jawabannya seharusnya tidak.
Feri Amsari menilai vonis ini sebagai bentuk “pencampuradukan hukum pidana dengan sanksi administratif”, yang seharusnya diselesaikan secara internal dalam pemerintahan, bukan di pengadilan pidana.
Kriminalisasi Politik dan Bahaya Preseden
Dalam analisisnya, Feri mengingatkan bahwa vonis ini bisa menjadi preseden buruk bagi sistem pemerintahan ke depan. Jika pejabat negara bisa dihukum karena kebijakan yang tidak sesuai selera politik, maka banyak pembuat kebijakan akan menjadi takut mengambil keputusan, terutama di bidang ekonomi yang penuh risiko.
> “Jika ini dibiarkan, setiap menteri bisa dipenjara hanya karena membuat kebijakan yang berseberangan,” tegas Feri.
Ia menambahkan bahwa hukum telah digunakan sebagai alat kekuasaan, bukan sebagai penjamin keadilan. Dalam konteks ini, mens rea bukan hanya unsur yang diabaikan, tapi justru dihilangkan dari proses peradilan.
Respon Publik dan Akademisi
Pandangan Feri Amsari mendapat dukungan dari sejumlah pakar hukum lain, seperti Refly Harun, serta komentar luas di media sosial. Mereka menilai bahwa apa yang terjadi pada Tom Lembong bukanlah penegakan hukum, melainkan pengadilan terhadap ideologi ekonomi pasar.
Banyak yang menyebut vonis terhadap Tom sebagai “pengadilan terhadap kapitalisme”, bukan terhadap korupsi. Ini menunjukkan bagaimana narasi hukum bisa digiring sesuai kepentingan kekuasaan.
Kesimpulan: Seruan untuk Keadilan
Kasus Tom Lembong membuka babak baru dalam diskusi tentang batas antara kebijakan publik dan tindak pidana. Feri Amsari, melalui kritik tajam dan argumentasi hukumnya, mengingatkan bahwa mens rea adalah pondasi keadilan dalam hukum pidana.
Jika unsur niat jahat tidak ada, maka keadilan pun tak bisa ditegakkan lewat pidana. Dalam demokrasi yang sehat, kebijakan publik yang kontroversial harus diuji melalui proses politik dan administrasi yang benar — bukan dengan memenjarakan pembuatnya.
Referensi:
Wawancara dan opini Feri Amsari di IslamToday.id (Juli 2025)
Kanal Perspektif: “Mens Rea yang Terabaikan: Refleksi Atas Vonis Tom Lembong”
Suara.com, berbagai tanggapan publik dan pengamat hukum (Juli 2025)
Leave a Reply