AKTAMEDIA.COM, JAKARTA – Dunia perbisan di Indonesia diramaikan oleh berbagai merek sasis ternama seperti Volvo, Scania, hingga Hino.
Namun di antara sengitnya kompetisi tersebut terdapat sebuah fenomena menarik yang terjadi di jalur lintas Pulau Sumatera.
Dari sekian banyak merek yang beredar sasis bus Hino justru tercatat kurang begitu laku dan jarang menjadi pilihan utama.
Lantas mengapa sasis bus Hino tidak populer di Sumatera padahal merek ini sangat merajai segmen kendaraan komersial lainnya.
Karakter Jalur Neraka Lintas Sumatera
Untuk memahami persoalan ini kita harus terlebih dahulu mengenal karakter jalanan di Pulau Sumatera yang melegenda.
Jalur lintas Sumatera terkenal sangat menantang dan sering disebut sebagai “jalur neraka” oleh para pengemudi.
Medannya bukan hanya jalan lurus yang datar tetapi dipenuhi tanjakan panjang turunan curam serta tikungan-tikungan tajam.
Kondisi jalan yang seringkali rusak parah dan berlubang menambah tingkat kesulitan yang harus dihadapi setiap harinya.
Kondisi ekstrem inilah yang membuat para pengusaha otobus (PO) di Sumatera sangat selektif dalam memilih armada.
Mereka tidak hanya mempertimbangkan harga tetapi juga ketangguhan performa dan keandalan sasis untuk menaklukkan medan berat.
Empat Alasan Utama Ketidakpopuleran Hino
Berdasarkan kondisi lapangan dan kebutuhan pasar setidaknya ada empat faktor krusial yang membuat sasis bus Hino sulit bersaing.
Faktor-faktor ini mencakup spesifikasi teknis hingga persepsi yang sudah mendarah daging di kalangan operator dan pengemudi.
1. Tenaga Mesin Kurang Bertenaga
Para operator bus di Sumatera membutuhkan mesin yang memiliki tenaga minimal di atas 300 PS untuk efisiensi dan ketahanan.
Banyak yang merasa lebih aman dan nyaman memakai mesin bertenaga 360 PS ke atas untuk melibas tanjakan tanpa kendala.
Sayangnya mayoritas sasis bus besar Hino di Indonesia seperti seri RM 280 bermain di segmen tenaga 260 PS hingga 280 PS.
Spesifikasi ini dianggap cukup untuk jalur datar seperti di Pulau Jawa namun akan sangat kewalahan di jalur lintas Sumatera.
2. Sistem Pengereman Kurang Mumpuni
Bagi pengemudi Sumatera fitur pengereman adalah harga mati yang tidak bisa ditawar sama sekali.
Mereka membutuhkan sistem pengereman kuat yang tidak mudah panas atau mengalami rem blong saat melewati turunan panjang.
Sasis Eropa seperti Scania dan Mercedes-Benz sudah menjadi standar karena dilengkapi fitur pengereman komplet termasuk retarder bawaan.
Sementara mayoritas sasis Hino yang beredar belum memiliki retarder sebuah fitur vital yang sangat diandalkan untuk keamanan di jalur ekstrem.
3. Persepsi Pasar dan Loyalitas Merek Eropa
Kepercayaan pasar di Sumatera sudah terlanjur terbentuk dan sangat sulit untuk diubah hingga saat ini.
Merek-merek Eropa seperti Scania Mercedes-Benz dan Volvo sudah terbukti tangguh dan andal selama puluhan tahun.
Citra sasis Hino di sana dianggap hanya cocok untuk bus dalam kota atau bus pariwisata jarak pendek.
Kebiasaan memilih merek yang sudah teruji ini menjadi tradisi turun-temurun di kalangan PO bus Sumatera yang sulit ditembus pendatang baru.
4. Isu Suku Cadang dan Ketersediaan Mekanik
Meskipun truk Hino merajai pasar suku cadang spesifik untuk sasis bus besarnya tidak beredar seluas merek Eropa di Sumatera.
Hal ini menjadi kekhawatiran besar bagi operator jika bus mereka mengalami kendala di daerah pelosok atau tengah hutan.
Selain itu jumlah mekanik yang benar-benar ahli menangani seluk-beluk sasis bus besar Hino juga lebih sedikit.
Bengkel umum dan toko suku cadang di sepanjang jalur lintas Sumatera lebih banyak menyediakan komponen untuk Scania dan Mercedes-Benz.
Tantangan Berat untuk Masa Depan
Kombinasi dari semua faktor tersebut membuat para pengusaha bus berpikir dua kali untuk menjadikan Hino sebagai armada utama mereka.
Citra negatif di kalangan pengemudi yang menganggap Hino lebih boros perawatan jika dipaksa bekerja keras juga turut berpengaruh.
Dapat disimpulkan bahwa ketidakpopuleran sasis Hino di Sumatera disebabkan oleh spesifikasi yang belum sesuai.
Serta persepsi pasar dan tantangan logistik yang membuat operator lebih memilih merek yang sudah terjamin ketangguhannya.
Ini bukan berarti produk Hino berkualitas buruk tetapi untuk bersaing di jalur paling ekstrem Indonesia mereka harus bekerja ekstra keras.
Hino perlu menghadirkan produk yang tidak hanya setara tetapi juga mampu melampaui ekspektasi pasar yang sudah sangat tinggi.
Leave a Reply