Advertisement

Resiliensi Psikologis Istri: Spiritualitas Sebagai Koping Krisis

AKTAMEDIA.COM, PEKANBARU — Spiritualitas telah terbukti menjadi mekanisme koping (strategi mengatasi masalah) yang efektif dalam membantu perempuan menghadapi berbagai tantangan hidup, termasuk stigma sosial dan krisis finansial yang dialami keluarga. Sebagaimana dilaporkan Detik.com, 17 Juli 2025, fenomena ketahanan mental istri dalam menghadapi adversitas (kemalangan/kesulitan hidup) menunjukkan peran signifikan spiritualitas sebagai sumber optimisme. Penelitian fenomenologi (studi tentang pengalaman kesadaran manusia) menunjukkan bahwa istri yang menghadapi krisis akibat tindakan pidana suami mampu mempertahankan optimisme melalui penguatan nilai-nilai spiritual dan religiusitas.

https://hot.detik.com/celeb/d-8014837/doni-salmanan-dimiskinkan-istri-kerja-keras-kepala-jadi-kaki-kaki-jadi-kepala

Fenomena istri yang menghadapi stigma sosial dan krisis finansial akibat tindakan pidana suami merupakan realitas yang kompleks dalam masyarakat Indonesia. Kasus seperti yang dialami istri Doni Salmanan, Dinan Fajrina, menggambarkan bagaimana perempuan harus bertransformasi dari ketergantungan finansial menuju kemandirian ekonomi sambil menghadapi tekanan sosial yang intens. Kondisi ini menuntut ketahanan mental yang luar biasa untuk mempertahankan optimisme di tengah adversitas (kemalangan). Menurut Lazarus & Folkman (1984), koping didefinisikan sebagai “usaha kognitif dan behavioral yang terus berubah untuk mengatasi tuntutan spesifik eksternal dan internal yang dinilai melebihi sumber daya individu”.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa koping religius/spiritual memberikan manfaat signifikan terhadap kesejahteraan psikologis individu dalam menghadapi stres (Graça & Brandão, 2024). Studi pada mahasiswa Portugal menemukan bahwa strategi koping berbasis keyakinan spiritual memiliki korelasi dengan regulasi emosi (pengaturan emosi) yang lebih baik, meskipun efeknya kompleks dan bergantung pada jenis koping yang digunakan. Temuan ini sejalan dengan meta-analisis (analisis gabungan dari berbagai penelitian) yang menunjukkan bahwa spiritualitas dan religiusitas secara konsisten berhubungan dengan kesehatan mental yang lebih baik, terutama dalam konteks adaptasi terhadap masalah kesehatan dan stres psikologis (Koenig, 2012). Perempuan yang mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dalam proses koping menunjukkan kemampuan reframing (pembingkaian ulang) yang lebih baik terhadap situasi adversitas (kemalangan). Pargament (1997) mendefinisikan religious coping sebagai “penggunaan keyakinan dan praktik keagamaan untuk memahami dan mengatasi stres kehidupan”.

Stigma sosial yang dialami istri pelaku tindak pidana ekonomi menciptakan tekanan psikologis berlapis yang membutuhkan strategi koping yang adaptif (penyesuaian diri). Penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki keyakinan spiritual yang kuat lebih mampu menggunakan positive religious coping (koping religius positif) dalam menghadapi adversitas (kemalangan) (Park et al., 2017). Strategi ini mencakup pencarian dukungan spiritual, reinterpretasi makna dalam konteks kehendak Tuhan, dan mempertahankan hubungan dengan komunitas keagamaan. Sebaliknya, negative religious coping (koping religius negatif) dapat memperburuk kondisi kesehatan mental, sehingga penting untuk membedakan jenis koping spiritual yang digunakan dalam proses adaptasi. Menurut Pargament et al. (2000), positive religious coping mencakup “kolaborasi dengan Tuhan, mencari dukungan spiritual, dan benevolent religious reappraisal (penilaian ulang religius yang baik hati)”.

Analisis mendalam menunjukkan bahwa spiritualitas berfungsi sebagai buffer (penyangga) terhadap dampak negatif stres finansial dan sosial. Konsep resiliensi (ketahanan) menurut Bonanno (2004) didefinisikan sebagai “kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan psikologis yang stabil selama dan setelah mengalami adversitas (kemalangan)”. Perempuan yang mengalami krisis finansial dan menggunakan spiritual coping menunjukkan tingkat depresi dan kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak menggunakan strategi ini. Spiritualitas juga memberikan sense of meaning (rasa makna) dan purpose (tujuan) yang membantu individu menemukan makna dalam penderitaan dan mempertahankan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Frankl (1963) menyatakan bahwa “manusia dapat menanggung hampir semua penderitaan selama ia dapat menemukan makna di dalamnya”.

Strategi intervensi (campur tangan terapeutik) yang efektif harus mengintegrasikan pendekatan spiritual dalam program pendampingan psikologis bagi perempuan yang menghadapi krisis serupa. Penelitian menunjukkan bahwa koping spiritual berfungsi sebagai faktor protektif (pelindung) terhadap distres psikologis dan bertujuan mengidentifikasi mekanisme di mana koping spiritual mengurangi efek psikologis negatif dari trauma dan meningkatkan kesehatan mental. Program intervensi harus mencakup: (1) penguatan identity spiritual (identitas spiritual) melalui refleksi nilai-nilai keagamaan, (2) pengembangan social support (dukungan sosial) dari komunitas keagamaan, (3) pelatihan spiritual coping skills (keterampilan koping spiritual) seperti dzikir, doa, dan meditasi, serta (4) konseling pastoral yang membantu reinterpretasi makna krisis dalam konteks spiritual. Pargament (1997) menjelaskan bahwa “spiritualitas dapat menjadi sumber kekuatan yang memungkinkan individu menemukan makna, tujuan, dan kekuatan dalam menghadapi penderitaan”.

Spiritualitas terbukti menjadi sumber optimisme yang powerful (kuat) bagi perempuan dalam menghadapi adversitas (kemalangan). Integrasi nilai-nilai spiritual dalam proses koping tidak hanya meningkatkan resiliensi (ketahanan) psikologis tetapi juga memberikan framework (kerangka kerja) makna yang membantu individu bertahan dan bahkan bertumbuh melalui krisis. Konsep post-traumatic growth (pertumbuhan pasca-trauma) menurut Tedeschi & Calhoun (2004) menunjukkan bahwa “individu dapat mengalami perubahan positif sebagai hasil dari perjuangan mereka dengan adversitas yang sangat menantang”. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan model intervensi berbasis spiritualitas yang culturally sensitive (peka budaya) dan evidence-based (berbasis bukti) untuk mendukung perempuan Indonesia yang menghadapi tantangan serupa.

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana S3 prodi Hukum Keluarga Islam UIN Suska Riau

Daftar Pustaka

Bonanno, G. A. (2004). Loss, trauma, and human resilience: Have we underestimated the human capacity to thrive after extremely aversive events? American Psychologist, 59(1), 20-28. https://doi.org/10.1037/0003-066X.59.1.20

Frankl, V. E. (1963). Man’s search for meaning: An introduction to logotherapy. Beacon Press.

Graça, L., & Brandão, T. (2024). Religious/spiritual coping, emotion regulation, psychological well-being, and life satisfaction among university students. Journal of Psychology and Theology, 52(2), 123-138. https://doi.org/10.1177/00916471231223920

Koenig, H. G. (2012). Religion, spirituality, and health: The research and clinical implications. ISRN Psychiatry, 2012, 278730. https://doi.org/10.5402/2012/278730

Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. Springer.

Pargament, K. I. (1997). The psychology of religion and coping: Theory, research, practice. Guilford Press.

Pargament, K. I., Koenig, H. G., & Perez, L. M. (2000). The many methods of religious coping: Development and initial validation of the RCOPE. Journal of Clinical Psychology, 56(4), 519-543.

Park, C. L., Holt, C. L., Le, D., Christie, J., & Williams, B. R. (2017). Spiritual well-being and health behaviors in African American men. American Journal of Men’s Health, 11(4), 1177-1188.

Tedeschi, R. G., & Calhoun, L. G. (2004). Posttraumatic growth: Conceptual foundations and empirical evidence. Psychological Inquiry, 15(1), 1-18. https://doi.org/10.1207/s15327965pli1501_01

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *