AKTAMEDIA.COM, Pekanbaru – 11 Juli 2025 — Dalam rentetan pejuang kemerdekaan yang berlatar belakang nasionalis dan militer, sosok ulama karismatik asal Ranah Minang ini – Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur, biasa disebut Buya Tuoyakni, adalah tokoh yang sering terlupakan. Lahir pada 15 Desember 1895 di Maninjau, beliau dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah terkemuka, anggota KNIP, dan bahkan panglima spiritual TNI dengan pangkat Mayor Jenderal tituler pada masa Revolusi. Kiprahnya meliputi dunia keagamaan, pendidikan, politik, dan perjuangan langsung melawan penjajah—menjadikannya sosok multidimensi dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Siapa sebenarnya ia, dan apa kontribusinya terhadap kemerdekaan?
—
Sub Judul 1: Awal Kehidupan dan Perekat Umat Islam
Buya A.R. Sutan Mansur lahir di keluarga ulama Minangkabau dengan latar pendidikan dasar di Inlandsche School (IS) Maninjau. Ia pernah ditawari beasiswa ke sekolah guru Belanda (Kweekschool) tetapi memilih belajar agama secara intens di bawah bimbingan Haji Rasul (Abdul Karim Amrullah) selama lebih dari satu dekade . Tokoh ini kemudian dikenal sebagai “Imam Muhammadiyah Sumatera” dan pendiri konsul besar Muhammadiyah yang membina kader mubaligh di Padang Panjang melalui Kulliyah al‑Muballighin .
—
Sub Judul 2: Gerakan Nasional dan Jaringan Politik
Pada dekade 1920-an dan 1930-an, Buya Mansur aktif di Muhammadiyah bersama Haji Ahmad Dahlan, H.O.S. Cokroaminoto, dan K.H. Agus Salim dalam Kongres Islam Hindia Belanda. Ia menentang Ordonansi Guru Belanda yang membatasi guru agama dan turut memimpin penolakan hukum tersebut di Sumatera Barat, serupa perjuangan Ki Hajar Dewantara di Jawa . Beliau juga menjadi pembina Jong Islamieten Bond tempat tumbuh calon pemimpin bangsa seperti Muhammad Natsir dan Kasman Singodimedjo .
—
Sub Judul 3: Peran dalam Revolusi dan Spiritual Militer
Ketika Belanda melancarkan agresi I dan II, beliau diangkat oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai imam atau guru spiritual Tentara Nasional Indonesia di Sumatera dengan pangkat militer Mayor Jenderal tituler. Ia memberikan nasihat moral dan spiritual kepada para pejuang di lapangan, dan banyak kader Muhammadiyah menjadi syuhada. Ia juga pernah terluka akibat serangan Belanda di medan perang 1947–1949 .
—
Sub Judul 4: Dari KNIP hingga Kepemimpinan Muhammadiyah
Setelah kemerdekaan, Buya Mansur terpilih sebagai anggota awal Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) serta Konstituante, mewakili Partai Masyumi. Ia juga dipercaya menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah dua periode berturut‑turut (1953–1956 dan 1956–1959) dan memulihkan organisasi setelah masa konflik politik serta era pendudukan Jepang .
—
Sub Judul 5: Pengabdian pada Pendidikan dan Pendirian Universitas Muhammadiyah
Di bawah kepemimpinannya, ia menggagas pendirian Fakultas Hukum dan Falsafah Islam di Padang Panjang serta menetapkan cikal bakal Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Rumah kediamannya kini dijadikan museum dan pusat dakwah serta wisata halal penghormatan atas jasanya .
—
Sub Judul 6: Integritas di Tengah Godaan Politik
Walaupun Presiden Soekarno sempat menawarkan posisi sebagai penasihat resmi TNI dan Pemerintahan Pusat di Jakarta, beliau menolak karena tetap fokus pada dakwah di Sumatera. Ia memilih menjadi penasihat tidak formal agar bisa tetap berkarya di kampung halaman dan membina kaum muslimin melalui Muhammadiyah .
—
H. Sutan Mansur menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan bukan hanya di jalur senjata, tetapi juga melalui keteguhan iman, pengabdian spiritual, edukasi umat, serta penegakan moral nasional. Ia menjadi figur yang menjembatani kaum religius dengan semangat politik nasionalisme—menjadi guru bagi ulama, pejuang militer, bahkan proklamator. Warisannya tetap hidup dalam jaringan pendidikan Muhammadiyah, nilai keikhlasan, dan persatuan bangsa yang ia pelopori.
—
Pendapat Pribadi
Menurut saya, H. Sutan Mansur mengajarkan bahwa kemerdekaan sejati lahir dari keimanan yang mendalam, integritas moral, dan komitmen kepada umat—bukan sekadar dari penguasaan senjata atau politik praktis. Beliau membuktikan bahwa seorang pendeta atau ulama bisa menjadi motor transformasi nasional—memimpin orang dengan nasihat, bukan edaran kekuasaan—dan tetap menjaga idealisme walau ditawari jabatan tinggi. Pelajaran utamanya: kekuatan spiritual dan pendidikan bisa melampaui kekerasan jika dipimpin dengan prinsip dan keteladanan.
—
Daftar Sumber Referensi
1. Wikipedia Indonesia – Ahmad Rasyid Sutan Mansur (tanggal lahir, organisasi, jabatan KNIP, Konstituante)
2. SuaraMuhammadiyah.id – AR Sutan Mansur, tokoh dakwah dan pejuang nasional
3. JakartaMu.com – KH AR Sutan Mansur: Pemimpin Muhammadiyah & pejuang kemerdekaan
4. PWMU.co – AR Sutan Mansur ideolog Muhammadiyah dan peran militer spiritual
5. Merdeka.com – Menolak beasiswa guru Belanda demi belajar agama dan anti penjajahan
6. JejakIslam.net – Jihad di mata AR Sutan Mansur & pendidikan agama
Aditya Baso
Great 👍