Advertisement

Rasuna Said: Srikandi Minang yang Menentang Kolonialisme dengan Suara dan Pena

AKTAMEDIA.COM, Pekanbaru – 9 Juli 2025 – Di tengah dominasi tokoh pria dalam historiografi kemerdekaan Indonesia, muncul sosok perempuan tegas dan visioner dari Minangkabau—Hajjah Rangkayo Rasuna Said. Lahir di Maninjau pada 14 September 1910, Rasuna Said adalah pejuang kemerdekaan yang lantang menyuarakan kecaman terhadap kolonialisme Belanda lewat orasi publik maupun tulisan di media. Ia juga menjadi pelopor hak-hak perempuan, mendobrak batas sosial dan budaya yang membelenggu perempuan di zamannya. Sebagai simbol keberanian—disebut “Singa Betina” oleh Presiden Soekarno—Rasuna menjadi pionir sekaligus teladan bagi gerakan nasionalisme dan emansipasi perempuan Indonesia. Siapakah sebenarnya Rasuna Said dan bagaimana kontribusinya dalam kemerdekaan bangsa?

Awal Kehidupan dan Pendidikan

Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 di Maninjau, Agam, Sumatera Barat, dalam keluarga Muslim yang religius. Karena ayahnya sering merantau, ia besar diasuh oleh pamannya dan menyelesaikan pendidikan di sekolah agama yang menggabungkan pelajaran agama dan umum, termasuk Diniyah Putri di Padang Panjang. Pada 1923, ia pun diangkat menjadi guru asisten di sekolah tersebut—walau meninggalkan posisi itu tiga tahun kemudian untuk mendirikan sekolah atas dorongan politiknya .

Awal Aktivisme dan Pendidikan Politik

Tahun 1926, ia aktif dalam Sarekat Rakyat, dan kemudian bergabung dengan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) saat berdirinya pada 1930, yang menggabungkan prinsip Islam dan nasionalisme. Setelah pindah ke Padang, ia mendirikan cabang Permi untuk perempuan dan menekankan pentingnya pendidikan serta partisipasi politik perempuan .

 

Orasi Berani: “Langkah Menuju Kemerdekaan”

Pada 23 Oktober 1932, di depan kerumunan besar di Padang Panjang, ia menyampaikan pidato “Steps to the Independence of the People in a Greater Indonesia”, menuding penjajahan sebagai tindakan kriminal dan menyebut imperialisme ‘musuh Islam’ berdasarkan ajaran Al‑Quran. Beberapa pekan kemudian, ia mengulangi pernyataannya di Payakumbuh, yang menyebabkan penangkapan atas dasar hukum pidana pidato (“spraakdelict”) dan ia dijatuhi hukuman 15 bulan penjara—menjadikannya perempuan pertama yang dikenakan pasal serupa .

 

Penjara dan Pengaruh Nasional

Dipenjara di Semarang mulai awal 1933, ia justru menggunakan sidangnya sebagai platform perjuangan. Proses dan vonisnya mendapat liputan luas—memberinya pengaruh nasional dalam menyebarkan pesan antikolonial. Ratusan hingga ribuan pendukung mengantar keberangkatannya ke Jawa .

Pasca-Penjara: Jurnalis & Politikus

Setelah bebas tahun 1934, ia mendirikan sekolah perempuan di Medan dan terlibat dengan majalah Raya, menulis kritikan tajam terhadap kolonialisme—dianggap berbahaya oleh polisi Belanda. Ia juga menulis untuk publikasi Menara Poeteri yang mendorong antikolonialisme di kalangan perempuan .

 

Masa Pendudukan Jepang dan Perlawanan Sipil

Di masa Jepang (1942–1943), Rasuna ditahan karena aktivitas pro-kemerdekaan, namun dibebaskan karena Jepang takut memicu kerusuhan. Ia juga berperan dalam pembentukan Hahanokai, sayap perempuan relawan militer Giyūgun di Sumatera Barat .

Setelah Proklamasi: Purnama Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, Rasuna Said diangkat sebagai anggota DPR Sementara Sumatra, kemudian duduk di Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada akhir 1950-an hingga wafatnya pada 2 November 1965 .

Pengakuan dan Warisan Sejarah

Pada tahun 1974, Presiden Soeharto menganugerahkan status Pahlawan Nasional kepada Rasuna Said—menjadikannya salah satu dari segelintir perempuan pahlawan. Jalan utama di Jakarta—Jalan H.R. Rasuna Said—dinamakan sesuai namanya, sebagai penghormatan terhadap kiprah politiknya .

Rasuna Said adalah simbol kekuatan kata dan pena, yang menolak tunduk pada kolonialisme dan membuka hak pendidikan serta politik bagi perempuan di zamannya. Sebagai “Singa Betina”, dinamika kehidupannya—mulai dari mengajar, orasi berani, penjara, hingga peran legislatif—menunjukkan perjuangan perempuan yang komprehensif: intelektual, politik, dan sosial.

Kalimat pidatonya yang mengutuk penjajah, sikap konsisten melawan hukum represif Belanda, dan loyalitasnya terhadap Republik menunjukkan bahwa kemerdekaan tidak sepenuhnya dibentuk oleh senjata, tetapi juga oleh keberanian berpendapat dan memperjuangkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan.

Pendapat Pribadi

Bagi saya, Rasuna Said adalah contoh bahwa kemerdekaan sejati lahir bukan hanya dari medan perang, tetapi dari keberanian berbicara dan berjuang melawan ketidakadilan. Ia memperlihatkan bahwa perempuan bukan hanya pelengkap sejarah, tetapi penggerak utama perubahan sosial. Pelajaran dari hidupnya adalah: jangan pernah meremehkan kekuatan suara dan pendidikan—karena dua hal ini bisa mengguncang sistem penindasan yang tampak tak terkalahkan.

Daftar Sumber Referensi

1. Wikipedia Inggris – “Rasuna Said: Indonesian independence activist, women’s rights”

2. Sally White – Rasuna Said: Lioness of the Indonesian Independence Movement, NUS Press 2013

3. Google Doodle – Rasuna Said’s 112th Birthday (Sept 14 2022)

4. Scribd – Rasuna Said soal tambahan: kampanye, Menara Poeteri, parlemen

5. Wikipedia Perancis – Jalan H.R. Rasuna Said dinamai sang tokoh

Aditya Baso
Author: Aditya Baso

Newbie

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *