HUTAN TALANG DI DURI TERANCAM: JALAN LINGKAR DAN PENEBANGAN LIAR MEMICU KERUSAKAN EKOLOGIS
DURI, RIAU
Kawasan Hutan Talang yang terletak di sekitar Kota Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, kini berada dalam kondisi memprihatinkan. Pembangunan jalan lingkar dan maraknya penebangan liar menjadi pemicu utama kerusakan hutan yang dulunya dikenal sebagai salah satu penyangga ekosistem utama di wilayah ini.
Hutan Talang memiliki peran vital sebagai paru-paru kota, kawasan resapan air, dan habitat alami bagi berbagai satwa liar seperti Perimata, gajah, musang, tapir. Hingga beruang. Namun kini, wajah hutan itu berubah drastis.
Efek Domino Jalan Lingkar: Sampah dan Keramaian Tak Terkendali
Pembangunan jalan lingkar yang melintasi tepi Hutan Talang memang berhasil membuka akses transportasi yang lebih lancar di sekitar Kota Duri. Namun di sisi lain, proyek ini juga mendatangkan efek domino yang tidak terduga: masyarakat mulai ramai-ramai masuk ke kawasan hutan seperti sedang mengunjungi tempat wisata.
Tanpa regulasi dan pengawasan, aliran pengunjung ke kawasan ini menyebabkan tumpukan sampah—terutama sampah plastik sekali pakai—menjadi pemandangan lazim di beberapa titik. Bungkus makanan ringan, botol minuman, hingga kantong kresek berserakan di antara semak dan pohon, meninggalkan luka baru bagi ekosistem yang telah tertekan.
Tak hanya merusak estetika dan kebersihan alam, tumpukan sampah juga berpotensi mengganggu kehidupan satwa. Ditakutkan beberapa hewan liar memakan plastik karena mengira itu makanan, sebuah kondisi yang bisa berujung pada kematian satwa.
Di tengah meningkatnya kunjungan tak terkendali, aktivitas penebangan liar terus berlangsung secara sistematis. Pelaku menyasar kayu-kayu besar dan bernilai tinggi, dan sebagian hasilnya dijual ke luar daerah. Akses mudah akibat jalan lingkar justru dimanfaatkan oleh oknum untuk membawa keluar hasil tebangan secara cepat dan diam-diam.
Dampak Lingkungan dan Seruan Aksi
Kerusakan hutan Talang tak hanya berarti hilangnya tutupan hijau. Ia juga membawa dampak ekologis serius, seperti meningkatnya suhu, terganggunya sistem resapan air, dan risiko banjir lokal. Satwa kehilangan habitat, dan keanekaragaman hayati terancam punah dalam diam.
Berbagai komunitas lokal telah memulai upaya penyelamatan: kampanye sosial media, edukasi lingkungan di sekolah, dan aksi bersih-bersih hutan. Namun tanpa dukungan nyata dari pemerintah daerah dan penegakan hukum yang tegas, upaya ini bagaikan menimba air di kapal bocor.
Hutan Talang bukan sekadar lahan hijau. Ia adalah sistem kehidupan yang menopang masyarakat sekitar. Jika kita terus abai, yang tersisa hanyalah kenangan—bukan lagi oksigen dan keindahan.
Leave a Reply