AKTAMEDIA.COM, Burkina Faso – Negara yang terletak di jantung Afrika Barat, selama bertahun-tahun menjadi salah satu produsen emas terbesar di benua itu. Namun, meski kaya sumber daya, sebagian besar rakyatnya tetap hidup dalam kemiskinan. Sejak 2022, ketika Kapten Ibrahim Traoré mengambil alih kekuasaan melalui kudeta militer, ia membawa semangat baru dalam pengelolaan sumber daya alam—terutama tambang emas. Traoré mengusung misi besar: merebut kembali kendali atas emas negara dari tangan asing dan elit lokal, demi kesejahteraan rakyat.
Burkina Faso menghasilkan sekitar 100 ton emas per tahun, menjadikannya penghasil emas keempat terbesar di Afrika, setelah Afrika Selatan, Ghana, dan Mali. Emas menyumbang lebih dari 70% dari ekspor nasional, menjadikannya tulang punggung ekonomi.
Namun, selama bertahun-tahun, perusahaan multinasional dari Kanada, Australia, dan Prancis mendominasi industri ini, sementara negara dan rakyat hanya memperoleh sedikit bagian. Emas diekspor dalam bentuk mentah, dan pencatatan pendapatan negara kerap tak transparan.
Ibrahim Traoré, seorang perwira muda, naik ke tampuk kekuasaan pada 30 September 2022. Ia menjadi kepala negara termuda di dunia saat itu, berusia 34 tahun. Sejak awal, Traoré menyatakan bahwa perjuangannya bukan hanya melawan terorisme, tetapi juga melawan “imperialisme ekonomi” yang membuat rakyat Burkina hidup sengsara di tanah yang kaya.
Traoré menekankan pentingnya:
Nasionalisasi sumber daya strategis, termasuk emas.
Menghentikan monopoli asing dalam sektor pertambangan.
Melibatkan koperasi rakyat dan negara dalam eksplorasi emas.
Transparansi pendapatan emas, dan penggunaannya untuk infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Pada 2024, beredar laporan bahwa kebijakan Traoré dalam menata ulang sektor pertambangan menghasilkan potensi pendapatan negara hingga 292 triliun rupiah (sekitar 18–19 miliar dolar AS) dari sektor emas. Nilai ini bukan angka resmi tahunan, tetapi kemungkinan merupakan:
Gabungan dari pendapatan emas tahun berjalan dan cadangan yang berhasil diamankan dari penyelundupan.
Kenaikan drastis kontribusi sektor emas terhadap APBN melalui pajak, royalti, dan kontrak ulang perusahaan tambang.
Estimasi nilai strategis emas yang belum diekspor, termasuk yang dikelola oleh negara secara langsung.
Traoré disebut juga telah membongkar jaringan penyelundupan emas, termasuk yang melibatkan elit politik lama dan pejabat yang bekerja sama dengan perusahaan luar negeri.
Langkah-langkah Traoré tidak berjalan mulus. Beberapa tantangan serius yang ia hadapi antara lain:
Ancaman dari kelompok bersenjata jihadis, yang masih aktif di utara dan timur Burkina Faso, seringkali menduduki wilayah kaya emas.
Tekanan dari kekuatan luar, terutama negara-negara Barat dan perusahaan tambang yang kehilangan kendali atas konsesi mereka.
Kondisi ekonomi nasional yang rapuh, di tengah embargo internasional pasca kudeta.
Namun, Traoré tetap mendapat dukungan besar dari rakyat, terutama anak muda dan masyarakat pedesaan, yang melihatnya sebagai simbol kebangkitan nasional.
Dengan semangat seperti Thomas Sankara—pahlawan revolusioner Burkina Faso—Traoré bertekad menjadikan emas sebagai alat pembebasan, bukan kutukan. Visi jangka panjangnya mencakup:
Membangun kilang emas dalam negeri, agar negara tak hanya menjual emas mentah.
Mengembangkan industri turunan emas, seperti perhiasan dan logam mulia.
Menyalurkan pendapatan emas ke sektor strategis seperti pertanian dan pendidikan.
Kepemimpinan Ibrahim Traoré membuka babak baru dalam sejarah Burkina Faso. Dengan kekayaan emas yang bernilai hingga ratusan triliun rupiah, ia berupaya keras mengakhiri dominasi asing dan menjadikan tambang emas sebagai sumber kemakmuran rakyat. Meski jalan yang ia tempuh penuh rintangan, tekad dan dukungan rakyat memberinya peluang besar untuk mewujudkan impian: Burkina Faso yang merdeka secara ekonomi, berdaulat atas tanahnya, dan adil bagi seluruh rakyatnya.
Leave a Reply