Advertisement

Media Sosial Tingkatkan Risiko Bunuh Diri Individu Berkebutuhan Khusus

AKTAMEDIA.COM, PEKANBARU — Media sosial kini menjadi ancaman serius bagi kesehatan mental individu berkebutuhan khusus, terutama mereka yang mengalami spektrum autisme (gangguan perkembangan saraf yang mempengaruhi komunikasi dan interaksi sosial). Kelompok ini menunjukkan tingkat kerentanan tinggi terhadap cyberbullying (perundungan siber/perundungan di dunia maya) dan pada akhirnya mengalami peningkatan risiko bunuh diri. DetikCom melaporkan kasus tragis pada 23 Juni 2025, di mana seorang YouTuber berusia 29 tahun dengan spektrum autisme mengakhiri hidupnya karena tidak mampu menahan tekanan dari perundungan digital yang berkelanjutan.

https://wolipop.detik.com/entertainment-news/d-7982676/youtuber-meninggal-karena-bunuh-diri-suami-tak-sanggup-menahan-perasaan

Penggunaan media sosial di kalangan individu berkebutuhan khusus terus meningkat dengan prevalensi (tingkat kejadian) yang tidak dapat diabaikan. Trundle et al. (2023) dalam systematic review (tinjauan sistematis/kajian menyeluruh terhadap penelitian-penelitian yang telah ada) mereka menunjukkan bahwa 13% individu spektrum autisme mengalami cyberbullying, dengan tingkat viktimisasi (pengalaman menjadi korban) keseluruhan mencapai 44% dibandingkan populasi neurotipikal (individu dengan perkembangan saraf yang normal/tidak memiliki gangguan perkembangan saraf). Individu spektrum autisme memiliki karakteristik unik, seperti kesulitan dalam interpretasi sosial dan hipersensitivitas emosional (kepekaan berlebihan terhadap rangsangan emosi), yang menjadikan mereka target empuk cyberbullying secara sistematis.

Psikologi forensik (cabang psikologi yang mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi dalam konteks hukum dan sistem peradilan) menunjukkan dampak cyberbullying pada individu berkebutuhan khusus dalam pola yang sangat destruktif (merusak). Hu et al. (2019) dalam penelitian longitudinal (penelitian jangka panjang yang mengamati subjek dalam periode waktu tertentu) mereka mengungkapkan bahwa remaja dengan spektrum autisme tingkat tinggi yang mengalami cyberbullying victimization (pengalaman menjadi korban perundungan siber) secara signifikan berkorelasi dengan depresi (gangguan suasana hati yang ditandai kesedihan mendalam), kecemasan (anxiety/perasaan khawatir berlebihan), dan suicidalitas (kecenderungan atau pemikiran untuk bunuh diri). Arnon et al. (2022) dalam penelitian berbasis populasi besar mereka menunjukkan bahwa pengalaman cyberbullying meningkatkan risiko ideasi bunuh diri (suicidal ideation/pemikiran atau gagasan untuk mengakhiri hidup) hingga 4 kali lipat pada remaja awal.

Hukum keluarga menghadapi kompleksitas dalam menentukan tanggung jawab perlindungan. Mental Health and Wellbeing Act 2022 (Undang-Undang Kesehatan Mental dan Kesejahteraan 2022) dalam implementasinya (penerapan) menekankan pentingnya peran keluarga, pengasuh, dan pendukung dalam sistem kesehatan mental, termasuk tanggung jawab memberikan perlindungan aktif terhadap ancaman kesehatan mental digital. Penerapan undang-undang ini menghadapi tantangan praktis karena sifat maya dari perundungan digital yang sulit dipantau dan dibuktikan secara hukum. Beckman et al. (2021) dalam studi meta-analisis (analisis statistik yang menggabungkan hasil dari beberapa penelitian independen) mereka mengenai faktor risiko bunuh diri menunjukkan bahwa Autism Spectrum Disorder (Gangguan Spektrum Autisme) merupakan faktor risiko spesifik yang memperburuk dampak cyberbullying.

Analisis interdisipliner (pendekatan yang menggabungkan berbagai disiplin ilmu) mengungkapkan bahwa interseksi (pertemuan/perpotongan) antara vulnerabilitas (kerentanan) psikologis dan ketidakberdayaan hukum menciptakan “perfect storm” (badai sempurna/kondisi yang sangat buruk akibat kombinasi berbagai faktor negatif) untuk tragedi bunuh diri. Kelly et al. (2021) dalam penelitian terbaru mereka menunjukkan bahwa algoritma (serangkaian aturan atau instruksi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah) media sosial cenderung memperparah echo chamber (ruang gema/lingkungan informasi di mana seseorang hanya terpapar pada kepercayaan atau opini yang sesuai dengan keyakinannya) negatif. Kondisi ini, dikombinasikan dengan minimnya literasi digital (kemampuan menggunakan teknologi digital secara efektif dan bertanggung jawab) keluarga, mempercepat deteriorasi (kemunduran/penurunan) kesehatan mental individu berkebutuhan khusus. Patchin & Hinduja (2024) dalam data cyberbullying terkini mereka menunjukkan peningkatan signifikan dari 17.2% pada 2019 menjadi 26.5% pada tahun terakhir, dengan girls (anak perempuan) mengalami tingkat cyberbullying yang lebih tinggi (28.6%) dibandingkan boys (anak laki-laki) (24.2%).

Solusi komprehensif (menyeluruh) memerlukan pendekatan multi-stakeholder (melibatkan berbagai pihak berkepentingan) yang mengintegrasikan (menggabungkan) intervensi (tindakan yang dilakukan untuk mengubah situasi) psikologis dan reformasi (perubahan/pembaruan) hukum keluarga. Pertama, pemerintah dan institusi terkait perlu mengimplementasikan protokol (prosedur standar) skrining (penyaringan/deteksi dini) digital yang secara proaktif (aktif mencegah) mengidentifikasi tanda-tanda cyberbullying pada individu berkebutuhan khusus. Kedua, pembuat kebijakan harus memperkuat framework (kerangka kerja/struktur dasar) hukum keluarga yang secara eksplisit mengatur tanggung jawab perlindungan digital, termasuk sanksi hukum bagi kelalaian dalam pengawasan. Ketiga, lembaga pendidikan dan kesehatan mental perlu mengembangkan program edukasi keluarga tentang manajemen risiko media sosial dan deteksi dini gejala depresi pada anggota keluarga berkebutuhan khusus.

Individu berkebutuhan khusus yang bunuh diri akibat cyberbullying bukan sekadar mengalami kegagalan individual, melainkan menjadi korban kegagalan sistemik (kegagalan sistem secara keseluruhan) yang memerlukan tindakan kolektif (bersama-sama). Keluarga, profesional kesehatan mental, dan pembuat kebijakan harus berkolaborasi menciptakan ekosistem (sistem lingkungan yang saling terkait) perlindungan yang mampu mengantisipasi dan memitigasi (mengurangi/meminimalkan) risiko media sosial. Masa depan kesehatan mental individu berkebutuhan khusus bergantung pada kemampuan kita mengimplementasikan solusi holistik (menyeluruh/mempertimbangkan semua aspek) yang mengintegrasikan pemahaman psikologi forensik dengan penegakan hukum keluarga yang progresif (maju/inovatif).

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana S3 prodi Hukum Keluarga Islam UIN Suska Riau

Daftar Pustaka

Arnon, S., Brunstein Klomek, A., Visoki, E., Moore, T. M., Argabright, S. T., DiDomenico, G. E., Benton, T. D., & Barzilay, R. (2022). Association of cyberbullying experiences and perpetration with suicidality in early adolescence. JAMA Network Open (Jurnal Asosiasi Medis Amerika – Jaringan Terbuka), 5(6), e2218746. https://doi.org/10.1001/jamanetworkopen.2022.18746

Beckman, K. J., Lindström, L., Santangelo, S. L., Thapar, A., & Ronald, A. (2021). Systematic review of risk and protective factors for suicidal and self-harm behaviors among children and adolescents involved with cyberbullying. Child Abuse & Neglect (Jurnal Kekerasan dan Penelantaran Anak), 115, 105017. https://doi.org/10.1016/j.chiabu.2021.105017

Hu, H. F., Liu, T. L., Hsiao, R. C., Ni, H. C., Liang, S. H. Y., Lin, C. F., Chan, H. L., Hsieh, Y. H., Wang, L. J., Lee, M. J., & Yen, C. F. (2019). Cyberbullying victimization and perpetration in adolescents with high-functioning autism spectrum disorder: Correlations with depression, anxiety, and suicidality. Journal of Autism and Developmental Disorders (Jurnal Autisme dan Gangguan Perkembangan), 49(10), 4170-4180.

Kelly, M., Paliliunas, D., Kerr, E., & Eberhardt, M. (2021). Social media and cyber-bullying in autistic adults. Journal of Autism and Developmental Disorders (Jurnal Autisme dan Gangguan Perkembangan), 51(10), 3639-3654. https://doi.org/10.1007/s10803-021-05361-6

Kowalski, R. M., Giumetti, G. W., Schroeder, A. N., & Lattanner, M. R. (2014). Bullying in the digital age: A critical review and meta-analysis of cyberbullying research among youth. Psychological Bulletin (Buletin Psikologi), 140(4), 1073-1137. https://doi.org/10.1037/a0035618

Patchin, J. W., & Hinduja, S. (2024). 2023 Cyberbullying data (Data Perundungan Siber 2023). Cyberbullying Research Center (Pusat Penelitian Perundungan Siber). Retrieved from https://cyberbullying.org/2023-cyberbullying-data

Trundle, G., Haglund, K., Jones, K., Ropar, D., & Egan, V. (2023). Prevalence of victimisation in autistic individuals: A systematic review and meta-analysis. Journal of Autism and Developmental Disorders (Jurnal Autisme dan Gangguan Perkembangan), 53(9), 3847-3866.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *