AKTAMEDIA.COM, TEHERAN – Iran, sebuah negara yang terletak di kawasan Asia Barat, sering kali menjadi pusat perhatian dunia, baik karena pengaruh geopolitiknya, revolusi ideologisnya, maupun sistem pemerintahannya yang unik. Secara resmi disebut Republik Islam Iran, negara ini merupakan contoh paling mencolok dari sistem teokrasi otokratis modern—sebuah negara yang menggabungkan struktur republik dengan kekuasaan absolut berdasarkan hukum Islam Syiah.
Latar Belakang Sejarah
Sebelum menjadi Republik Islam, Iran adalah sebuah kerajaan yang dikenal sebagai Kekaisaran Persia. Kekuasaan monarki berakhir setelah Revolusi Iran tahun 1979, yang menggulingkan Shah Mohammad Reza Pahlavi. Revolusi ini dipimpin oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini, seorang ulama besar Syiah yang menentang kekuasaan sekuler dan pengaruh Barat.
Setelah kemenangan revolusi, Iran mengadopsi konstitusi baru yang menjadikan negara ini sebagai Republik Islam, dan pada saat yang sama memperkenalkan sistem pemerintahan unik yang menggabungkan unsur demokrasi dengan otoritas keagamaan.
Struktur Pemerintahan
1. Pemimpin Tertinggi (Rahbar)
Pemimpin Tertinggi adalah otoritas politik dan agama tertinggi di Iran. Sejak 1989, posisi ini dijabat oleh Ayatollah Ali Khamenei. Rahbar memiliki kekuasaan luar biasa, termasuk:
Mengontrol militer, termasuk Pasukan Garda Revolusi (IRGC)
Menunjuk kepala kehakiman, media negara, dan kepala pasukan keamanan
Mengawasi dan bahkan membatalkan keputusan presiden
Memegang otoritas atas kebijakan luar negeri, termasuk hubungan dengan Amerika Serikat dan Israel
Pemimpin ini tidak dipilih secara langsung oleh rakyat, melainkan oleh Dewan Ahli, yang anggotanya pun harus disetujui oleh Dewan Penjaga, menjadikan prosesnya sangat eksklusif.
2. Presiden
Presiden Iran adalah kepala pemerintahan resmi dan dipilih secara langsung oleh rakyat setiap empat tahun. Namun, calon presiden harus disaring dan disetujui oleh Dewan Penjaga Konstitusi, yang beranggotakan ulama dan ahli hukum yang sangat loyal pada Pemimpin Tertinggi.
Dengan demikian, meski ada proses pemilu, tidak semua orang bisa mencalonkan diri, dan rakyat hanya memilih dari kandidat yang sudah disetujui.
3. Parlemen (Majlis)
Parlemen Iran memiliki 290 anggota yang dipilih melalui pemilu. Namun, seperti pemilihan presiden, calon legislatif juga harus melalui proses penyaringan ketat. Kewenangan parlemen juga terbatas karena keputusan mereka bisa dibatalkan oleh Dewan Penjaga.
4. Dewan Penjaga Konstitusi
Lembaga ini terdiri dari 12 anggota—6 ulama yang ditunjuk langsung oleh Pemimpin Tertinggi dan 6 ahli hukum yang disetujui parlemen atas rekomendasi Kepala Kehakiman. Mereka bertugas:
Menyaring kandidat pemilu
Memastikan bahwa undang-undang yang disahkan parlemen sesuai dengan syariah dan konstitusi
Ciri-Ciri Otokrasi di Iran
Iran, meski memakai istilah “republik”, menunjukkan ciri-ciri otokrasi religius, antara lain:
Kekuasaan absolut Pemimpin Tertinggi di atas seluruh institusi negara
Sistem hukum yang berbasis pada fiqh Syiah (Ja’fari)
Sensor ketat terhadap media, internet, dan kebebasan berpendapat
Represi terhadap oposisi politik, termasuk penahanan terhadap aktivis, jurnalis, dan pembela hak asasi manusia
Campur tangan aparat keamanan dalam kehidupan sipil, termasuk pengawasan moral
Garda Revolusi Iran (IRGC)
Salah satu alat utama kekuasaan otokratis di Iran adalah Pasukan Garda Revolusi Islam (IRGC). Dibentuk setelah Revolusi 1979, pasukan ini bukan hanya kekuatan militer, tetapi juga kekuatan ekonomi dan politik. IRGC:
Mengendalikan banyak perusahaan besar di Iran
Memiliki pasukan elit Quds Force yang beroperasi di luar negeri
Berperan aktif dalam menekan demonstrasi dan perlawanan dalam negeri
Iran kerap menjadi sasaran kritik internasional karena pelanggaran terhadap:
Kebebasan berekspresi
Hak perempuan (termasuk kewajiban berjilbab, pembatasan pendidikan, dan diskriminasi hukum)
Kebebasan beragama, terutama terhadap minoritas non-Syiah
Di dalam negeri, banyak rakyat Iran, terutama generasi muda, mulai mempertanyakan legitimasi sistem ini. Demonstrasi besar terjadi berulang kali, seperti protes Mahsa Amini (2022) setelah seorang perempuan muda tewas saat ditahan polisi moral karena dugaan pelanggaran aturan berpakaian.
Iran adalah contoh unik dari negara yang secara resmi menggabungkan unsur republik dan Islam, namun dalam praktiknya mendekati otokrasi. Pemimpin tertinggi yang tidak dipilih rakyat, dominasi ulama dalam sistem pemerintahan, serta represi terhadap kebebasan sipil menjadikan sistem ini bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi modern.
Meski Iran memiliki pemilu dan konstitusi, kekuasaan tetap terpusat pada satu figur utama: Pemimpin Tertinggi—yang menjadikan negara ini sebagai bentuk republik otokrasi Islam yang khas dan kontroversial.
Leave a Reply