Kutukan di Balik Kezaliman: Sejarah Penyakit Kulit yang Menimpa Raja-Raja Zalim

AKTAMEDIA.COM, JAKARTA – Sepanjang sejarah umat manusia, kisah mengenai para raja yang berkuasa dengan tangan besi dan memerintah secara zalim selalu menjadi pelajaran moral yang kuat. Dalam banyak kasus, riwayat hidup mereka tidak hanya berakhir dengan keruntuhan politik atau kematian tragis, tapi juga disertai dengan penderitaan fisik, salah satunya berupa penyakit kulit yang mengerikan.

Penyakit kulit, dalam konteks sejarah dan budaya, sering kali dianggap bukan hanya sekadar gangguan medis, melainkan sebagai simbol kehancuran batin, kutukan dari langit, atau karma atas perbuatan tirani. Artikel ini membahas berbagai kisah nyata dan alegoris tentang penguasa zalim yang mengalami penderitaan kulit, disertai dengan refleksi historis dan simbolik yang menyertainya.

1. Herodes Agung – Luka Busuk Seorang Raja Pembunuh

Herodes Agung adalah seorang penguasa Yudea di bawah Kekaisaran Romawi pada abad ke-1 SM. Namanya terkenal karena perintahnya membantai bayi-bayi di Betlehem, sebagaimana tercatat dalam Injil Matius. Namun menjelang akhir hayatnya, Herodes mengalami penderitaan fisik luar biasa. Flavius Yosefus, sejarawan Yahudi, mencatat bahwa Herodes menderita:

Luka bernanah yang membusuk di seluruh tubuhnya

Gatal parah yang tak tertahankan

Infeksi genital yang menyebabkan rasa sakit dan bau busuk

Kejang-kejang dan gangguan mental

Beberapa pakar modern berspekulasi bahwa ia mungkin menderita gagal ginjal, infeksi kelamin menular, atau bahkan gangrene. Namun bagi rakyat pada masanya, penyakit ini dilihat sebagai hukuman Tuhan atas kejahatan dan kekejamannya.

2. Firaun Zalim dan Borok dari Langit

Dalam narasi agama-agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam), terdapat kisah seorang firaun Mesir yang menindas Bani Israil dan menolak dakwah Nabi Musa. Ketika firaun terus membangkang, Tuhan menurunkan serangkaian azab. Salah satunya adalah penyakit kulit:

> “Dan borok meletus pada manusia dan binatang, dan seluruh Mesir penuh dengan borok.”
– Keluaran 9:10

Dalam Islam, azab serupa disebutkan sebagai bukti kuasa Allah atas penguasa zalim. Penyakit kulit ini bukan hanya penderitaan fisik, melainkan isyarat akan kehancuran kekuasaan dan kemurkaan ilahi.

3. Nebukadnezar II – Ketika Penguasa Menjadi Binatang

Raja Babilonia ini dikenal sebagai penakluk besar dan pembangun Menara Babel. Namun dalam kitab Daniel (Perjanjian Lama), dikisahkan bahwa karena kesombongannya, ia dikutuk oleh Tuhan dan hidup seperti binatang selama tujuh tahun:

> “Bulu tumbuh seperti bulu rajawali, dan kukunya seperti kuku burung.”
– Daniel 4:33

Kulit Nebukadnezar berubah, tubuhnya ditumbuhi bulu, dan ia hidup seperti makhluk liar. Walau tidak secara medis dijelaskan, kondisi ini bisa menyerupai hypertrichosis (kelainan tumbuhnya rambut), namun dalam konteks kisah ini, ia adalah simbol kegilaan dan kejatuhan moral.

4. Raja Charles VIII dari Prancis – Sifilis dan Keruntuhan Moral Bangsawan

Pada akhir abad ke-15, Eropa dilanda epidemi penyakit sifilis, yang pada masa itu belum dapat diobati. Raja Charles VIII dari Prancis disebut-sebut sebagai salah satu korban awalnya. Gejala sifilis yang dideritanya mencakup:

Luka-luka terbuka di kulit dan wajah

Kelainan tulang dan jaringan

Gangguan mental

Sifilis dianggap sebagai penyakit yang menyerang “manusia berdosa”, terutama karena penyebarannya melalui hubungan seksual. Dalam banyak kronik, raja dan bangsawan yang zalim atau menjalani kehidupan amoral digambarkan mengalami penyakit ini sebagai akibat dari dekadensi moral mereka.

5. Simbolisme Penyakit Kulit dalam Sejarah dan Sastra

Dalam berbagai budaya dan tradisi, penyakit kulit pada penguasa zalim memiliki makna simbolik yang dalam:

Dalam budaya Jawa, penyakit kulit kadang dikaitkan dengan “suwuk” atau kutukan karena berbuat dzalim pada rakyat kecil.

Dalam cerita rakyat Eropa, raja yang kejam kerap digambarkan sebagai “penuh luka” atau “wajah busuk”, tanda ia sudah dijauhi keberkahan.

Dalam sastra klasik dan modern, tubuh yang rusak sering menggambarkan jiwa yang bobrok, terutama dalam tokoh antagonis.

Kisah-kisah ini, baik yang faktual maupun alegoris, memberikan kita gambaran bahwa tubuh seorang penguasa bisa menjadi simbol dari kekuasaannya. Ketika seorang raja berlaku zalim, tubuhnya mulai “membusuk”, baik secara literal maupun simbolik. Penyakit kulit, dalam konteks ini, menjadi metafora paling nyata dari kerusakan moral, hukuman sosial, dan kutukan spiritual.

Penyakit kulit yang menimpa para raja zalim bukan semata urusan medis, melainkan bagian dari narasi besar tentang kekuasaan, moralitas, dan keadilan. Dalam kisah-kisah ini, kita menemukan pesan kuat: kekuasaan yang digunakan untuk menindas akhirnya akan merusak bukan hanya rakyat, tetapi juga diri sang penguasa sendiri, hingga ke kulitnya.

Steven
Author: Steven

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *