AKTAMEDIA.COM, JAKARTA — Perjuangan dan kesulitan merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari pencapaian kemuliaan dalam dinamika kehidupan manusia. Filsuf Stoik Lucius Annaeus Seneca menghadirkan perspektif filosofis yang menarik melalui aforismenya “It is a rough road that leads to the heights of greatness” (jalan yang berliku menuju puncak kebesaran) untuk dikaji secara komparatif dengan konsep sabr (kesabaran) dalam tradisi filsafat Islam, sebagaimana dilaporkan Wisata Viva.co.id tanggal 25 Juni 2025 dalam artikel “Seneca: Jalan Menuju Puncak Kebesaran Tidak Pernah Mudah”.
https://wisata.viva.co.id/pendidikan/21129-seneca-jalan-menuju-puncak-kebesaran-tidak-pernah-mudah
Diskursus panjang telah menjadi bagian dari sejarah pemikiran manusia mengenai hubungan antara kesulitan dan pencapaian kemuliaan dalam konteks filosofis. Seneca memandang adversitas (kesulitan/cobaan) sebagai instrumen pembentukan karakter yang esensial sebagai representan filsafat Stoik. Tradisi Islam menawarkan kerangka epistemologis (kerangka pengetahuan) yang berbeda namun memiliki konvergensi makna melalui konsep sabr (kesabaran) dalam memahami peran kesulitan sebagai jalan menuju kesempurnaan spiritual dan moral.
Prinsip Stoik menjadi landasan pemikiran Seneca mengenai “jalan sulit menuju kebesaran” dengan memandang virtue (kebajikan/kebaikan moral) sebagai satu-satunya kebaikan sejati yang dapat dicapai melalui latihan mental dan penguasaan diri di tengah tantangan hidup. Kesulitan berfungsi sebagai gymnasium spiritual (arena latihan rohani) dalam kerangka epistemologi Stoik yang memungkinkan individu mengembangkan resiliensi (daya tahan psikologis) dan wisdom (kebijaksanaan) (Shevchuk et al., 2023). Penelitian kontemporer mengenai post-traumatic growth (pertumbuhan pasca-trauma) menunjukkan kesejalanan konsep ini dengan bagaimana individu dapat mengalami transformasi positif melalui pengalaman adversitas (kesulitan) (Jayawickreme et al., 2021).
Konsep sabr (kesabaran/ketabahan) dalam filsafat Islam menawarkan dimensi yang lebih holistik (menyeluruh) berbeda dengan pendekatan rasionalistik Stoik dengan menggabungkan aspek spiritual, psikologis, dan teologis. Akar kata ṣ-b-r bermakna “menahan” atau “bertahan” secara etimologis (asal-usul kata), namun sabr (kesabaran) tidak sekadar dipahami sebagai passive endurance (ketahanan pasif), melainkan sebagai active perseverance (ketekunan aktif) yang melibatkan dimensi iman, harapan, dan tawakkal (berserah diri) kepada Allah (Rahman et al., 2020; Elzamzamy et al., 2024). Al-Qur’an mengindikasikan melalui ayat “wa bashir al-sabirin” (dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar) bahwa sabr (kesabaran) merupakan kualitas spiritual yang dimuliakan dan berimplikasi pada pencapaian derajat yang tinggi di sisi Allah.
Kesamaan fundamental (mendasar) dalam memandang kesulitan sebagai katalis (pemicu) transformasi diri ditunjukkan oleh analisis komparatif meski kedua perspektif berangkat dari tradisi filosofis yang berbeda. Orientasi teleologis (orientasi tujuan akhir) menjadi perbedaan mendasar: Seneca menekankan pencapaian kebajikan sebagai telos (tujuan akhir) dalam kehidupan duniawi, sementara sabr (kesabaran) dalam Islam berorientasi pada pencapaian ridha (keridhaan) Allah dan kehidupan akhirat. Kesepakatan keduanya terletak pada pandangan bahwa proses menghadapi kesulitan dengan sikap yang tepat menghasilkan kematangan karakter dan kemuliaan pribadi.
Pendekatan yang lebih komprehensif (menyeluruh) dalam memahami makna perjuangan hidup ditawarkan oleh sintesis kedua perspektif ini. Framework (kerangka kerja) yang lebih kaya untuk mengembangkan resiliensi (daya tahan psikologis) dan character building (pembentukan karakter) dapat diberikan oleh integrasi rasionalitas Stoik dengan spiritualitas Islam dalam konteks kehidupan modern yang penuh dengan kompleksitas dan tekanan. Praktik mindfulness (kesadaran penuh) dan acceptance (penerimaan) yang merupakan elemen kunci dalam kedua tradisi ini terbukti efektif dalam meningkatkan well-being (kesejahteraan) dan psychological resilience (ketahanan psikologis) menurut konfirmasi penelitian neuropsikologi kontemporer (Rahman et al., 2020; Bozkurt & Pasha-Zaidi, 2021).
Model pendidikan karakter yang mengintegrasikan wisdom (kebijaksanaan) tradisional dari kedua perspektif ini menjadi rekomendasi yang dapat dirumuskan. Praktik reflektif yang mengkombinasikan rational self-examination (pemeriksaan diri rasional) ala Stoik dengan dzikir (ingat kepada Allah) dan muhasabah (introspeksi/evaluasi diri) dalam tradisi Islam dapat dicakup dalam model ini. Penelitian empiris (berdasarkan pengalaman) yang mengkaji efektivitas pendekatan integratif ini dalam konteks masyarakat multikultural perlu dikembangkan lebih lanjut.
Kesulitan bukanlah obstacle (hambatan) yang harus dihindari, melainkan opportunity (peluang) untuk transformasi diri menurut konsepsi jalan sulit menuju kemuliaan baik dalam perspektif Seneca maupun sabr (kesabaran) dalam Islam. Pemahaman ini menjadi relevan dalam menghadapi tantangan kehidupan modern dan dapat menjadi foundation (fondasi/landasan) untuk pengembangan karakter yang resilient (tangguh/tahan banting) dan mulia. Kajian lanjutan yang mengeksplorasi aplikasi praktis dari sintesis filosofis ini dalam berbagai aspek kehidupan manusia diperlukan untuk pengembangan lebih lanjut.
Penulis adalah mahasiswa pascasarjana S3 prodi Hukum Keluarga Islam UIN Suska Riau
Daftar Pustaka
Bozkurt, B., & Pasha-Zaidi, N. (2021). Sabr in Islamic psychology: A psychoanalytic view. In Toward a positive psychology of Islam and Muslims: Spirituality, struggle, and social justice (pp. 387-402). Springer.
Elzamzamy, K., Creamer, M., Chandler, J., & Beshay, M. (2024). Contemporary scholarship on classical Islamic psychology: A scoping review. Journal of Muslim Mental Health, 16(1), 45-72.
Jayawickreme, E., Infurna, F. J., Alajak, K., Blackie, L. E., Chopik, W. J., Chung, J. M., … & Zonneveld, L. N. (2021). Post-traumatic growth as positive personality change: Challenges, opportunities, and recommendations. Journal of Personality, 89(1), 145-165. https://doi.org/10.1111/jopy.12591
Rahman, Z. A., Ridzuan, A. R., Abdullah, S., & Jamaludin, N. A. (2020). Resilience and patience (sabr) in Islamic view when observing the movement control order (MCO) during the COVID-19 pandemic. International Journal of Psychosocial Rehabilitation, 24(1), 2847-2858.
Rumiani, Q. U. (2012). Sabr (patience) and salat (praying) as a model for increasing resilience in disaster area Yogyakarta. Jurnal Intervensi Psikologi, 4(2), 253-267.
Senol-Durak, E., Di Tella, M., & Romeo, A. (2023). Editorial: Post-traumatic growth. Frontiers in Psychology, 14, 1227892. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2023.1227892
Shevchuk, D., Shevchuk, K., & Zaitsev, M. (2023). Existential resilience of human being in the wartime everyday life. Journal for the Study of Religions and Ideologies, 22(65), 28-42.
Tedeschi, R. G., & Calhoun, L. G. (2004). Posttraumatic growth: Conceptual foundations and empirical evidence. Psychological Inquiry, 15(1), 1-18. https://doi.org/10.1207/s15327965pli1501_01
Leave a Reply