oleh : Gontralis, S. Sos
Pesisir Selatan kembali semarak dengan gaung semangat Islam yang menggema di setiap sudut daerah. Pawai Ta’aruf Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) menjadi momentum yang sangat dinanti oleh masyarakat, bukan sekadar sebagai seremonial pembuka, melainkan sebagai simbol kebersamaan, semangat religius, dan bentuk nyata syiar Islam di tengah kehidupan bermasyarakat.
Foto yang diambil di sebuah warung sederhana, dengan latar spanduk bertuliskan “Warung Dua Saudara”, menangkap momen istimewa dari para tokoh masyarakat dan aparatur pemerintah yang sedang rehat sejenak, mungkin sebelum atau sesudah mengikuti kegiatan pawai MTQ. Terlihat para pria berbaju dinas coklat khas PNS, duduk berdiskusi akrab sambil menikmati secangkir kopi hitam. Ada juga yang berpakaian putih bersih dengan kopiah hitam, menunjukkan identitas sebagai penyuluh agama atau tokoh masyarakat. Semua menyatu dalam suasana santai, penuh kekeluargaan.
Pawai MTQ bukanlah sekadar ajang parade budaya dan religius, melainkan pertemuan berbagai unsur masyarakat — dari pemerintahan, pendidikan, organisasi Islam, hingga masyarakat umum. Dalam kegiatan ini, semua pihak tampil dengan atribut terbaiknya: ada yang membawa kendaraan hias bertemakan Al-Qur’an, anak-anak yang berseragam santri, grup rebana yang menyuarakan shalawat, serta marching band yang menyemarakkan suasana. Semuanya berjalan beriringan, memperlihatkan kekuatan ukhuwah dan kecintaan terhadap Al-Qur’an.
Kabupaten Pesisir Selatan, dengan kekayaan budaya dan semangat Islaminya, selalu menjadikan MTQ sebagai ajang pembinaan generasi Qur’ani. Pawai Ta’aruf diadakan sebagai bentuk sambutan yang meriah dan penghormatan terhadap perhelatan akbar ini. Di sepanjang jalan utama kota kabupaten atau kecamatan, masyarakat tumpah ruah menyaksikan pawai, sambil melantunkan shalawat atau menyapa peserta dengan wajah ramah.
Dalam suasana seperti ini, terlihat jelas bahwa MTQ bukan sekadar lomba tilawah atau hafalan Al-Qur’an. Ia adalah bagian dari pembinaan masyarakat yang terintegrasi. Pemerintah daerah, melalui berbagai OPD (Organisasi Perangkat Daerah), ikut ambil bagian dalam mempersiapkan acara, menyediakan dukungan teknis, hingga turut serta dalam pawai. Hal ini memperlihatkan bahwa keberhasilan syiar Islam bukan hanya tugas para ustaz atau dai, tetapi tanggung jawab bersama.
Wajah-wajah yang tertangkap kamera di warung ini menjadi simbol sinergi antara para penyuluh agama, aparatur pemerintah, dan masyarakat. Mereka berbincang santai sambil tetap menjaga semangat acara. Pembicaraan ringan yang mereka lakukan, mungkin tentang logistik pawai, pembinaan peserta MTQ, atau sekadar saling menyemangati, semuanya menjadi bagian dari energi positif yang membangun kegiatan ini secara utuh.
Pawai MTQ pun tidak hanya berdampak pada semangat keagamaan, tetapi juga terhadap ekonomi lokal. Warung-warung seperti “Warung Dua Saudara” yang menjadi tempat persinggahan para peserta, mendadak ramai. Kopi diseduh tanpa henti, kursi-kursi plastik dipenuhi oleh tamu dari berbagai penjuru, dan tawa ramah pemilik warung menjadi pelengkap suasana. Ekonomi rakyat kecil ikut bergeliat, berkat kegiatan religius yang berskala kabupaten ini.
Selain itu, pawai ini juga menjadi ajang memperkuat silaturahmi antar kecamatan. Setiap rombongan pawai membawa identitas khas daerah masing-masing. Ada yang menampilkan miniatur masjid, rumah gadang, atau bahkan replika Al-Qur’an raksasa yang dibuat dengan sangat artistik. Tak jarang pula para peserta mengenakan pakaian adat, menandakan bahwa Islam dan budaya lokal di Pesisir Selatan menyatu dalam harmoni yang indah.
Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan patut diapresiasi karena terus mempertahankan dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan MTQ. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, pembinaan peserta MTQ terus diperkuat lewat kerjasama antara Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, dan lembaga keagamaan. Hasilnya bisa dilihat dari meningkatnya prestasi kafilah Pesisir Selatan di ajang MTQ tingkat provinsi maupun nasional.
Namun, lebih dari sekadar prestasi, MTQ adalah cerminan dari kondisi spiritual masyarakat. Pawai ini menjadi titik awal yang menggugah semangat untuk mencintai Al-Qur’an, tidak hanya dengan membacanya, tetapi juga dengan memahami dan mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.
Para pemuda yang ikut dalam pawai ini akan membawa pengalaman berharga tentang arti keterlibatan dalam dakwah. Mereka belajar tentang disiplin, kerjasama, dan kebanggaan menjadi bagian dari generasi Qur’ani. Sementara para orang tua, para guru, dan tokoh masyarakat yang hadir turut memberikan teladan bahwa mencintai Al-Qur’an adalah bagian dari identitas dan jati diri umat Islam.
Akhirnya, pawai MTQ di Kabupaten Pesisir Selatan bukan hanya tentang barisan peserta dan keramaian jalanan. Ia adalah narasi tentang sinergi lintas generasi, lintas profesi, dan lintas sektor, yang berpadu dalam satu niat: meninggikan kalimat Allah melalui Al-Qur’an. Semoga semangat ini terus menyala, tidak hanya saat MTQ berlangsung, tetapi juga dalam keseharian masyarakat.
Dan kepada para aparatur, penyuluh, dan semua pihak yang terlibat — seperti yang terlihat dalam foto ini — mari terus jaga semangat ini. Mari lanjutkan langkah bersama untuk mewujudkan Pesisir Selatan sebagai kabupaten yang religius, berbudaya, dan Qur’ani.
“Berjalanlah bersama Al-Qur’an, maka hidupmu akan dituntun dalam cahaya.”
Aditya Baso
Great 👍