Advertisement

Ini Bisnis 9 Keluarga Tertua Konglomerat Indonesia

AKTAMEDIA.COM, JAKARTA – Berikut ini tentang 9 Bisnis Keluarga Tertua dari Konglomerat Indonesia:

9 Bisnis Keluarga Tertua dari Konglomerat Indonesia: Pilar Ekonomi yang Menjaga Warisan dan Inovasi

Indonesia adalah rumah bagi sejumlah konglomerat yang telah membangun kerajaan bisnis lintas generasi. Di balik kesuksesan ekonomi nasional, terdapat keluarga-keluarga pebisnis yang bukan hanya mempertahankan, tetapi juga mengembangkan usaha mereka secara konsisten selama puluhan bahkan ratusan tahun. Dari industri rokok hingga properti, berikut adalah sembilan bisnis keluarga tertua yang dimiliki para konglomerat Indonesia, lengkap dengan sejarah dan transformasinya.

1. Grup Djarum – Keluarga Hartono

Didirikan pada tahun 1951 oleh Oei Wie Gwan, Djarum awalnya adalah perusahaan rokok kecil di Kudus, Jawa Tengah. Produk utamanya, rokok kretek, dengan cepat menarik perhatian konsumen lokal. Setelah wafatnya Oei Wie Gwan, kedua putranya, Robert dan Michael Hartono, mengambil alih dan membawa perusahaan ini menjadi raksasa industri rokok nasional.

Di bawah kepemimpinan generasi kedua, Grup Djarum melakukan ekspansi besar-besaran. Mereka mengakuisisi Bank Central Asia (BCA) pada krisis 1998 dan kini menjadikannya salah satu bank terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, Grup Djarum memiliki Polytron (elektronik), Blibli.com (e-commerce), serta berbagai investasi strategis di startup dan sektor properti seperti Grand Indonesia.

2. Grup Salim – Keluarga Salim

Grup Salim merupakan salah satu kerajaan bisnis tertua dan terbesar di Indonesia. Bermula pada tahun 1940-an oleh Liem Sioe Liong (kemudian dikenal sebagai Sudirman Salim), bisnis ini dimulai dari perdagangan cengkeh dan logistik, lalu bertransformasi menjadi raksasa multinasional.

Produk terkenalnya, Indomie, merupakan bagian dari Indofood, perusahaan makanan yang mendominasi pasar domestik dan ekspor. Grup ini juga memiliki bisnis di sektor agribisnis (Salim Ivomas dan London Sumatra), ritel, infrastruktur, hingga otomotif.

Kini, grup ini dikelola oleh Anthony Salim, putra Liem Sioe Liong, yang terus mengembangkan sayap ke luar negeri, termasuk ekspansi industri makanan di Afrika dan Eropa.

3. Grup Sinar Mas – Keluarga Widjaja

Kisah Sinar Mas dimulai pada tahun 1938, saat Eka Tjipta Widjaja, imigran asal Tiongkok, merintis usaha dari berdagang kopra di Makassar. Ia dikenal ulet, hemat, dan visioner. Bisnisnya berkembang pesat dari sektor agrikultur hingga menjadi konglomerasi lintas industri.

Sinar Mas kini memiliki perusahaan besar seperti:

Asia Pulp & Paper (APP) – salah satu produsen kertas terbesar dunia.

Smart Tbk – agribisnis kelapa sawit.

Sinarmas Land dan BSD – properti dan pembangunan kota mandiri.

Bank Sinarmas – sektor keuangan dan fintech.

Setelah wafatnya Eka Tjipta, tongkat estafet diteruskan ke anak-anaknya, terutama Franky Widjaja, yang memperluas portofolio global grup ini.

4. Grup Astra – Keluarga Soeryadjaya

William Soeryadjaya mendirikan Astra pada tahun 1957. Awalnya sebuah perusahaan perdagangan kecil, Astra tumbuh menjadi simbol dominasi industri otomotif Indonesia. Perusahaan ini menjadi agen utama berbagai merek ternama seperti Toyota, Daihatsu, dan Honda.

Namun, krisis ekonomi 1998 memaksa keluarga Soeryadjaya melepaskan kendali atas Astra kepada Grup Jardine asal Hong Kong. Meski demikian, warisan William Soeryadjaya tetap berlanjut lewat bisnis keluarga lainnya, termasuk sektor keuangan dan pendidikan.

5. Grup Lippo – Keluarga Riady

Lippo Group bermula dari perjalanan Mochtar Riady yang aktif di dunia perbankan sejak tahun 1950-an. Ia mendirikan Bank Lippo dan kemudian berkembang menjadi konglomerasi multi sektor. Grup Lippo dikenal luas melalui:

Lippo Karawaci – properti dan real estate.

Siloam Hospitals – jaringan rumah sakit nasional.

Matahari Department Store dan Hypermart – sektor ritel.

Pelayanan pendidikan melalui universitas dan institusi lainnya.

Kini, kendali Lippo Group berada di tangan generasi kedua, yaitu James Riady, yang terus membawa Lippo ke arah digitalisasi dan transformasi urban.

6. Grup Gudang Garam – Keluarga Wonowidjojo

Didirikan oleh Surya Wonowidjojo pada tahun 1958 di Kediri, Jawa Timur, Gudang Garam adalah salah satu produsen rokok kretek terbesar di Indonesia. Berbeda dari kompetitor yang banyak melakukan diversifikasi, Gudang Garam tetap fokus pada industri rokok dengan tetap menjaga nilai tradisional dan kekuatan distribusi nasional.

Meski bisnisnya konservatif, Gudang Garam juga merambah ke infrastruktur, dengan proyek ambisius seperti Bandara Internasional Kediri, yang didanai sendiri oleh perusahaan.

7. Grup Mayapada – Keluarga Tahir

Dato Sri Tahir, tokoh self-made yang berangkat dari keluarga sederhana, memulai Grup Mayapada pada tahun 1986. Ia merintis usaha dari penjualan fashion impor dan perlahan memasuki sektor perbankan dengan mendirikan Bank Mayapada.

Kini, Mayapada memiliki portofolio di sektor:

Perbankan

Asuransi

Rumah sakit

Properti komersial dan residensial

Media

Tahir juga dikenal sebagai tokoh filantropi yang aktif di bidang pendidikan dan kesehatan, bekerja sama dengan lembaga global seperti Bill & Melinda Gates Foundation.

8. Grup Panin – Keluarga Gunawan

Grup Panin lahir pada tahun 1971 dari konsolidasi tiga bank kecil menjadi Bank Panin. Didirikan oleh Mu’min Ali Gunawan dan rekan-rekannya, grup ini berkembang pesat dalam sektor jasa keuangan.

Grup Panin memiliki:

Bank Panin

Panin Sekuritas

Panin Life (asuransi jiwa dan umum)

Fokus bisnis keluarga ini relatif stabil, yakni pada sektor keuangan dan investasi. Hingga kini, keluarga Gunawan tetap menjadi pengendali utama dan aktif dalam ekspansi perusahaan.

9. Grup Ciputra – Keluarga Ciputra

Nama Ir. Ciputra tak bisa dilepaskan dari sejarah pembangunan properti modern Indonesia. Ia memulai karier di PT Pembangunan Jaya pada 1960-an, lalu mendirikan Ciputra Group pada 1981.

Ciputra dikenal melalui proyek-proyek besar seperti:

Citra Raya, CitraLand, dan kawasan hunian lainnya.

Universitas Ciputra dan lembaga pendidikan lainnya.

Setelah wafatnya Ciputra pada 2019, bisnis ini dilanjutkan oleh putra-putrinya, yang juga aktif dalam pengembangan inovasi digital dan properti berkelanjutan.

Bisnis-bisnis keluarga ini tidak hanya membentuk fondasi ekonomi Indonesia, tetapi juga mencerminkan bagaimana nilai-nilai keluarga, inovasi, dan daya tahan bisa menciptakan imperium yang melintasi generasi. Mereka membuktikan bahwa warisan bukan hanya soal aset, tetapi juga tentang visi, karakter, dan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi zaman.

Steven
Author: Steven

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *