AKTAMEDIA.COM – Ketika karier, pendidikan, dan waktu menjadi pertimbangan utama dalam kehidupan perempuan masa kini, pertanyaan besar pun muncul: bagaimana dengan rencana menjadi ibu? Di tengah dinamika ini, teknologi reproduksi memberi jawaban melalui satu opsi medis yang kini makin populer: menyimpan sel telur atau egg freezing.
Kendali atas Masa Depan
Sel telur perempuan memiliki batas usia biologis. Seiring bertambahnya umur, kualitas dan kuantitas sel telur menurun, yang secara langsung berdampak pada kesuburan. Bagi perempuan yang belum siap memiliki anak di usia subur—karena alasan pribadi, profesional, atau medis—menyimpan sel telur menjadi solusi strategis.
Prosedur ini memungkinkan perempuan menyimpan sel telur dalam kondisi beku, lalu menggunakannya di masa depan saat mereka siap untuk hamil, baik secara alami maupun melalui program bayi tabung.
Proses dan Teknologi
Penyimpanan sel telur dimulai dengan stimulasi hormon selama 10 hingga 14 hari, guna merangsang ovarium menghasilkan lebih banyak sel telur. Setelah itu, sel telur diambil melalui prosedur kecil dengan panduan ultrasonografi. Sel telur yang sehat lalu dibekukan menggunakan metode vitrifikasi—teknik pembekuan cepat yang mencegah kerusakan akibat pembentukan kristal es—dan disimpan dalam nitrogen cair hingga waktu yang dibutuhkan.
“Usia optimal untuk melakukan pembekuan sel telur adalah sebelum usia 35 tahun,” ujar dr. Riana Dewi, Sp.OG, seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan di Jakarta. “Semakin muda usia saat pengambilan sel telur, semakin tinggi peluang kehamilan saat digunakan nanti.”
Harapan Baru bagi Banyak Perempuan
Awalnya, penyimpanan sel telur dilakukan terutama untuk pasien kanker yang akan menjalani kemoterapi atau radioterapi. Namun kini, alasan sosial dan gaya hidup juga menjadi faktor kuat. Banyak perempuan yang menunda pernikahan atau kehamilan karena karier, studi lanjutan, atau belum menemukan pasangan yang tepat.
Mila (34), seorang profesional di bidang keuangan, adalah salah satunya. “Saya sadar waktu terus berjalan, tapi saya belum siap menjadi ibu saat ini. Menyimpan sel telur memberi saya rasa aman dan ruang untuk memutuskan dengan tenang di kemudian hari,” ungkapnya.
Pertimbangan Finansial dan Emosional
Meski menjanjikan, prosedur ini tidak murah. Di Indonesia, biaya penyimpanan sel telur bisa mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah, belum termasuk biaya penyimpanan tahunan dan prosedur bayi tabung di masa depan. Di samping itu, tingkat keberhasilan kehamilan tidak 100 persen—tergantung pada usia, kualitas sel telur, dan kondisi kesehatan perempuan secara keseluruhan.
Namun, bagi banyak perempuan, manfaat emosionalnya jauh lebih besar. Menyimpan sel telur memberikan rasa kendali, harapan, dan pilihan—tiga hal yang tak ternilai harganya.
Masa Depan Reproduksi Perempuan
Teknologi reproduksi kini bukan hanya tentang membantu mereka yang mengalami kesulitan memiliki anak, tetapi juga tentang memberi ruang bagi perempuan untuk menentukan sendiri waktu terbaik menjadi seorang ibu.
Di tengah perubahan nilai dan gaya hidup modern, menyimpan sel telur bukan lagi sekadar isu medis, melainkan juga bagian dari perbincangan tentang otonomi tubuh, perencanaan hidup, dan masa depan keluarga.
Leave a Reply