AKTAMEDIA.COM, PADANG – Pagi ko kito samo samo baraja dan kutip ilmu yang bermamfaat tentang harato pusako tinggi, ranji, dan peran niniak mamak. Bilo ado yang kurang labiah silahkan, supayo tambah jaleh yo Buya, Angku, datuak, Mamak, Bundo Kanduang.
Antara lain berupa tanah ulayat, rumah gadang, pandam kaum dan harta nonmaterial seperti sako yaitu gelar adat kaum,”
Ranji Kaum
Pada suatu kaum dalam struktur masyarakat adat Minangkabau, keturunan berdasarkan garis kekerabatan dicatat dalam ranji kaum. Untuk memastikan garis kekerabatan dan menjaga harta kaum, ranji kaum sangat penting.
Dalam perkara terkait ulayat kaum di pengadilan umum maupun di sidang adat di nagari, ranji kaum sangat penting artinya. Susunan keturunan pada ranji kaum hubungan kekerabatan dapat dilihat sebagai bukti orang satu keturunan, satu niniek”
Keabsahan Ranji
Dewasa ini semakin banyak terdengar sengketa ulayat atau harta/tanah kaum di Pengadilan Negeri, tidak berjalan sebagai mestinya. Keadilan, tidak tercapai, di mana kaum yang berhak atas harta/tanah justru mereka kalah dan kehilangan hak.
Pengadilan perdata formal akan berpegang pada bukti formal. Ketika satu pihak, atau kedua pihak yang berperkara sama-sama tidak punya bukti formal yang kuat, kelihaian pengacara dan uang yang menjadi faktor penentu. “Mestinya itu tidak terjadi jika ranji sebagai pendukung utama memiliki keabsahan yang kuat,”
Ranji kaum sebaiknya memuat lima keturunan atau setidaknya tiga keturunan. Ranji disahkan dan ditandatangani oleh Penghulu Kaum dan Mamak Warih (dikenal juga dengan mamak kepala waris). Dokumen Ranji dikuatkan lagi dengan tandatangan Penghulu Suku (dari kaum bersangkutan) dan tandatangan ketua/pimpinan lembaga adat Nagari.
Ranji kaum yang lengkap dan disahkan secara berkaum dan dikuatkan oleh penghulu suku dan lembaga adat atau niniak mamak nagari, dapat menjadi alat pengamanan kaum dari serangan atau gugatan pihak lain. Baik di lembaga sidang adat nagari maupun di pengadilan negara,” kata Asbir Dt. Rajo Mangkuto, yang menyusun buku ‘Direktori Minangkabau’.
Ranji atau silsilah keturunan, bisa saja palsu, terutama jika berkaitan dengan klaim silsilah keluarga atau adat tertentu. Pemalsuan ranji bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti perebutan hak waris, klaim kekuasaan adat, atau bahkan untuk kepentingan pribadi lainnya.
Ranji yang palsu atau dimanipulasi dapat berdampak besar, terutama dalam konteks budaya dan hukum.
Jika ranji digunakan sebagai dasar klaim hak waris, misalnya, pemalsuan dapat menyebabkan konflik dan ketidakadilan. Pemalsuan ranji juga dapat merusak kebenaran sejarah dan adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun.
Pemalsuan ranji adalah perbuatan yang serius dan bahkan dapat dianggap sebagai tindakan pidana, tergantung pada hukum yang berlaku dan jenis ranji yang dipalsukan. Jika seseorang merasa bahwa ranji yang mereka miliki atau gunakan telah dipalsukan, mereka harus melaporkannya ke pihak yang berwenang untuk ditindaklanjuti secara hukum.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait ranji palsu:
Alasan Pemalsuan:
Pemalsuan ranji dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti perebutan hak waris, klaim kekuasaan adat, atau kepentingan pribadi.
Dampak:
Pemalsuan ranji dapat menyebabkan konflik, ketidakadilan, merusak kebenaran sejarah, dan merusak kepercayaan masyarakat.
Tindakan Pidana:
Pemalsuan ranji dapat dianggap sebagai tindak pidana dan harus dilaporkan ke pihak yang berwenang.
Validasi Ranji:
Penting untuk memastikan keaslian dan kebenaran ranji, terutama jika digunakan sebagai dasar klaim atau bukti hukum.
Pentingnya Keaslian:
Ranji yang asli adalah bukti penting tentang silsilah keluarga dan warisan budaya yang harus dijaga dan dihargai.
Dalam konteks Minangkabau, dimana ranji memiliki peran penting dalam sistem kekerabatan matrilineal, pemalsuan ranji dapat menyebabkan konflik yang lebih serius, menurut Kompas Regional.
Pemalsuan ranji juga bisa terjadi dalam konteks silsilah keturunan Nabi Muhammad, dimana silsilah tersebut memiliki peranan penting dalam tradisi Islam, sebagaimana ditulis Kumparan.
Dengan memahami dampak dan bahaya pemalsuan ranji, diharapkan masyarakat dapat lebih cermat dalam menjaga keaslian dan kebenaran silsilah keturunan mereka.
Pasal 378 KUHP mengatur tentang penipuan. Tindak pidana penipuan terjadi ketika seseorang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat untuk mengelabui orang lain dengan tujuan mendapatkan barang atau uang. Pelanggaran pasal ini diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Unsur-unsur Pasal 378 KUHP:
1. Pembujukan:
Pelaku membujuk orang lain untuk menyerahkan barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang.
2. Maksud Untung:
Pembujukan tersebut bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
3. Tipu Muslihat:
Pembujukan dilakukan dengan menggunakan nama palsu, kedudukan palsu, akal cerdik (tipu muslihat), atau rangkaian kebohongan.
Contoh Kasus:
Seseorang berpura-pura menjadi pemilik tanah untuk menjualnya kepada orang lain, padahal ia tidak memiliki hak kepemilikan.
Seseorang menggunakan nama palsu atau kedudukan palsu untuk mendapatkan barang atau uang dari korban.
Seseorang membuat janji palsu untuk memberikan keuntungan kepada korban, namun janji tersebut tidak pernah ditepati.
Sanksi Pidana:
Pelanggaran Pasal 378 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Perbedaan dengan Tindak Pidana Lain:
Penggelapan:
Penipuan dan penggelapan memiliki perbedaan. Penipuan melibatkan pembujukan dan tipu muslihat untuk mendapatkan barang atau uang dari korban, sedangkan penggelapan melibatkan penguasaan barang yang sah milik orang lain untuk kepentingan pribadi.
Pemerasan:
Pemerasan melibatkan tindakan memaksa atau mengancam orang lain untuk menyerahkan barang atau uang. Tindak pidana pemerasan diatur dalam Pasal 368 KUHP.
Penegakan Hukum:
Jika Anda menjadi korban penipuan, segera laporkan ke pihak berwajib (polisi) untuk proses hukum lebih lanjut.
Dalam kasus penipuan, bukti-bukti seperti bukti transfer, percakapan, atau saksi-saksi sangat penting untuk mendukung laporan polisi.
Bunyi Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan adalah:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Adapun, pasal tindak pidana penipuan dalam Pasal 492 UU 1/2023 adalah:
Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Sebagai informasi, denda kategori V dalam Pasal 492 UU 1/2023 di atas adalah Rp500 juta.[2]
Unsur Pasal 378 KUHP
Menurut R. Sugandhi, unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam Pasal 378 KUHP adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak.[3]
Lebih lanjut menurut R. Soesilo, kejahatan pada Pasal 378 KUHP dinamakan “penipuan”, yang mana penipu itu pekerjaannya:[4]
membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
membujuknya itu dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat), atau karangan perkataan bohong.
Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023
Selanjutnya, berdasarkan Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023, pasal ini adalah ketentuan tentang tindak pidana penipuan, yaitu tindak pidana terhadap harta benda. Perbuatan materiel dari penipuan adalah membujuk seseorang dengan berbagai cara, untuk memberikan barang, membuat utang atau menghapus piutang. Dengan demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak dilakukan oleh pelaku tindak pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri.
Perbuatan penipuan baru selesai dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan sebagaimana dikehendaki pelaku.
Kemudian, barang yang diberikan tidak harus secara langsung kepada pelaku tindak pidana tetapi dapat juga dilakukan kepada orang lain yang disuruh pelaku untuk menerima penyerahan itu. Lalu, barang yang diserahkan dapat merupakan milik pelaku sendiri, misalnya barang yang diberikan sebagai jaminan utang bukan untuk kepentingan pelaku.
Lebih lanjut, tempat tindak pidana adalah tempat pelaku melakukan penipuan, walaupun penyerahan dilakukan di tempat lain. Sedangkan saat dilakukannya tindak pidana adalah saat pelaku melakukan penipuan.
Pada intinya, ketentuan Pasal 492 UU 1/2023 menyebut secara limitatif daya upaya yang digunakan pelaku yang menyebabkan penipuan itu dapat dipidana, yaitu berupa nama atau kedudukan palsu, penyalahgunaan agama, tipu muslihat dan rangkaian kata bohong. Antara daya upaya yang digunakan dan perbuatan yang dikehendaki harus ada hubungan kausal, sehingga orang itu percaya dan memberikan apa yang diminta.
Leave a Reply