Menuju Indonesia Emas 2045: Peluang dan Tantangan Digitalisasi Pendidikan

AKTAMEDIA.COM-Pendidikan selalu menjadi fondasi utama pembangunan bangsa. Sejak era Presiden Soekarno, Indonesia mencanangkan Program Pemberantasan Buta Huruf (PBH), dan hasilnya terbukti. Data Kemendikbud 2023 mencatat angka buta aksara turun menjadi 1,08 persen. Namun, tantangan pendidikan kini telah bergeser: bukan lagi hanya soal literasi dasar, tapi kesiapan menghadapi era digital.

Tantangan Akses Teknologi

Pemanfaatan teknologi memang memperluas akses dan mempercepat distribusi informasi. Namun, kenyataannya belum semua wilayah merasakan manfaat ini secara merata. Data BPS 2024 mencatat hanya 38,6% sekolah dari tingkat dasar hingga menengah memiliki fasilitas digital dan internet yang memadai. Bahkan, 140 desa terpencil belum teraliri listrik.

Di Papua Pegunungan, misalnya, seorang siswa harus berjalan kaki lima kilometer ke atas bukit hanya untuk mengunduh materi dari grup WhatsApp sekolah. Ini menunjukkan bahwa digitalisasi pendidikan masih menyisakan kesenjangan besar antarwilayah.

Ketimpangan Guru dan Kurikulum

Kesenjangan kualitas tenaga pendidik menjadi persoalan lain. Di kota besar, sekitar 85% guru telah bergelar sarjana, sedangkan di daerah pedesaan hanya 40%. Perbedaan ini menciptakan ketimpangan dalam kualitas pengajaran yang berdampak langsung pada siswa.

Tak hanya itu, perubahan kurikulum yang sering terjadi setiap pergantian kepemimpinan turut menambah beban. Ketidakstabilan ini menyulitkan guru dan sekolah dalam menyusun strategi pendidikan yang berkelanjutan.

Digitalisasi: Antara Harapan dan Risiko

Transformasi digital dalam pendidikan tentu membawa harapan besar. Tapi, jika tak dikelola dengan bijak, ia juga menimbulkan tantangan baru. Budaya belajar instan, minimnya interaksi guru dan siswa, hingga penurunan kemampuan berpikir kritis menjadi ancaman nyata.

Konsep Society 5.0 yang dicetuskan oleh Shinzo Abe menekankan pentingnya manusia hidup berdampingan dengan teknologi, bukan menjadi budaknya. Sayangnya, pembelajaran daring belum sepenuhnya memenuhi prinsip ini. Laporan UNESCO 2023 bahkan mencatat, lebih dari 60% siswa di negara berkembang kesulitan memahami materi secara mendalam melalui pembelajaran daring.

Menuju Indonesia Emas 2045

Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2045, saat usia produktif mendominasi populasi. Ini adalah peluang langka. Namun, bila tidak dibarengi dengan pendidikan berkualitas, peluang ini bisa menjadi beban.

Negara seperti Brasil dan Afrika Selatan pernah mengalami bonus demografi, namun gagal karena sektor pendidikannya tidak siap. Indonesia harus belajar dari mereka. Untuk mewujudkan visi Indonesia Emas, kita membutuhkan sistem pendidikan yang inklusif, berkelanjutan, dan merata.

Digitalisasi adalah alat, bukan tujuan. Pendidikan harus tetap berfokus pada penciptaan manusia yang berintegritas, cakap teknologi, dan memiliki daya pikir kritis. Sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam membangun ekosistem pendidikan yang mampu mencetak generasi unggul.

Generasi muda adalah agen perubahan. Mari pastikan mereka tumbuh dalam sistem pendidikan yang mencerdaskan dan membebaskan, demi Indonesia yang berdaya saing di pentas global.

Oleh    : Akbar Jihad
Editor : Yulia Darmayanti
Artikel ini adalah pemenang peringkat ke III Kategori Mahasiswa pada lomba artikel yang diadakan oleh Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Riau bekerja sama dengan Laznas Dewan Dakwah Perwakilan Riau

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *