Advertisement

Ijazah Bung Hatta Terpajang Di Kampus Erasmus Rotterdam

AKTAMEDIA.COM, ROTTERDAM – Di tengah hiruk-pikuk perdebatan mengenai keaslian ijazah tokoh-tokoh negeri ini, mari kita sejenak menengok ke Rotterdam, Belanda. Di sana, di kampus Erasmus University Rotterdam, berdiri megah sebuah bangunan bernama Hatta Building, dinamai untuk menghormati Mohammad Hatta, proklamator dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia.

Bung Hatta adalah alumnus kampus tersebut, yang dulunya bernama Nederlandse Handels-Hoogeschool, tempat ia menyelesaikan studi ekonominya hingga tahun 1932. Di masa itu, ia tidak hanya belajar, tapi juga aktif memperjuangkan kemerdekaan tanah air melalui organisasi Perhimpunan Indonesia. Ketika bangsa ini masih diperintah oleh kolonial, Bung Hatta sudah menggemakan hak kemerdekaan dari jantung Eropa.

Penghormatan yang diberikan Erasmus University bukanlah basa-basi. Penamaan gedung atas namanya adalah bukti bahwa dunia akademik di luar negeri tak hanya mencatat prestasi akademiknya, tapi juga menghormati kepribadiannya sebagai intelektual, pejuang, dan pemimpin berintegritas tinggi.

Menariknya, penghormatan itu terjadi tanpa diminta, tanpa drama klarifikasi, apalagi pengadilan.
Dunia luar justru lebih dulu mengakui—karena fakta integritas memang bersinar dengan sendirinya.

Bandingkan dengan apa yang kita alami hari ini.
Ada tokoh yang ijazahnya dipertanyakan masyarakat, diminta klarifikasinya, hingga dibawa ke pengadilan, tapi tak juga ditunjukkan secara sederhana dan terang.

Waktu rakyat pun tersita untuk drama legalistik yang sebenarnya bisa selesai dalam waktu 10 menit, jika memang tidak ada yang perlu ditutup-tutupi.

Inilah perbedaan antara mereka yang proper, dan mereka yang hanya memoles citra dengan simbol kosong.
Proper bukan karena gelar.

Proper bukan karena sedang memegang kuasa.
Proper adalah saat seseorang menunjukkan kapasitas, pengabdian, dan kejujurannya tanpa perlu menyebut-nyebut garis keturunannya, atau berlindung di balik sosok orang tua yang sedang berkuasa.

Jangan berkata: “Tenang Pak, ada saya di sini.”
Karena mungkin yang membuat kita gentar bukan kehadiranmu,
tapi kekosongan di balik senyum percaya dirimu yang tidak menyumbang apa pun selain nama.

Jika memang ingin dihormati sebagai pribadi mulia, maka tunjukkan kapasitasmu, bukan sekadar koneksimu.
Tunjukkan keteladanan, bukan kelicikan berkelit dari pertanggungjawaban.
________________________________________

✋ Menjawab yang Berkata: “Sekarang Tak Perlu Ijazah, Lihat Saja Karyanya!”

Sebagian mungkin akan berkata:

“Sekarang tidak perlu membanggakan ijazah, lihat saja hasil kerjanya—tol, jalan, istana megah! Yang meributkan soal ijazah hanyalah orang iri dan tidak tahu berterima kasih!”

Kami mendengarkan pendapat itu dengan tenang.

Namun mari kita renungkan:
Bukankah karya besar pun akan menjadi cacat, jika fondasinya dibangun di atas dusta?

Bukankah infrastruktur yang megah sekalipun, tak akan bisa menutupi ketidakjujuran administratif jika itu benar adanya?

Dan lebih dari itu…
Karya fisik seperti tol dan istana adalah hal baik—kami mengakuinya.

Tapi yang sedang kami bicarakan adalah soal fondasi moral seorang pemimpin, yakni kejujuran kepada rakyat yang ia pimpin.

Bung Hatta juga membangun:
• Membangun diplomasi,
• Membangun kepercayaan dunia,
• Membangun integritas bangsa.

Namun beliau tidak pernah berkata “yang penting hasil kerja, tak perlu urusan administrasi.”

Justru keteladanan beliau dalam kejujuran menjadi dasar kepercayaan rakyat dan dunia.

Maka pertanyaan publik bukan tanda iri,
tapi bentuk kewaspadaan kolektif terhadap keteladanan.

Dan kalau pun semua itu ternyata hanya miskomunikasi atau kekeliruan administratif,
kenapa harus berlarut-larut?

Kenapa tidak diselesaikan secara transparan dan selesai?
Jika memang bersih, kejujuran adalah pembela terbaik.
________________________________________

🌿 Kembali ke Bung Hatta

Bung Hatta tidak pernah gembar-gembor tentang ijazahnya. Tidak pula mengklaim keturunan siapa. Tapi dunia mencatatnya, sejarah mengabadikannya, dan bangsa asing pun memuliakannya. Bahkan, gedung yang dipakai mahasiswa dari berbagai bangsa hari ini mengabadikan namanya sebagai teladan dunia.

Inilah bukti bahwa jika seseorang benar-benar proper, maka kehormatan akan datang meskipun ia tidak memintanya.
Sebaliknya, jika seseorang penuh dengan manipulasi, kepalsuan, dan pencitraan, maka sekalipun dia berada di atas panggung kekuasaan, kejujuran akan menuntutnya sampai ke dasar nurani rakyat yang kecewa.
________________________________________

🌱 Untuk Anak, Adik, dan Juniorku

Untuk anakku, adikku, dan seluruh juniorku—di manapun engkau berada—silakan saja kamu ngefans kepada siapapun.
Silakan mengagumi tokoh yang kamu yakini, asalkan tetap menjaga akhlak, nurani, dan kecerdasan spiritual-intelektualmu.

Namun dari lubuk hatiku yang terdalam sebagai ayah, kakak dan saudaramu, aku berpesan dengan kasih:

Jangan sampai kekaguman membutakanmu dari logika dan kebenaran.

Jangan biarkan fanatisme mengebiri akal sehat dan akhlak Islami yang seharusnya engkau junjung tinggi.

Ketika engkau memilih untuk berdiri di belakang pribadi yang terang-terangan anti-proper—yang menolak transparansi, menghindar dari kejujuran, dan memanipulasi kebaikan demi citra—
Aku tidak membencimu. Aku hanya merasa kasihan.
Kasihan bukan karena aku merasa lebih baik,
tapi karena aku tahu, itu bisa membahayakan dunia dan akhiratmu.

Aku tidak sedang mencari panggung, tidak juga mengejar posisi,
Tidak sedang bermanuver politik, dan tidak ingin menggiring siapapun kecuali menuju satu arah:

Menjadi pribadi proper di hadapan Allah, dan jujur di tengah manusia.

Kalaupun dunia memaafkan kelicikan yang dirahasiakan,
ingatlah: Allah tidak pernah tertipu oleh pencitraan.
Sungguh, aku menuliskan ini karena aku mencintai kalian.

Aku ingin kalian semua selamat, terhormat, dan terang jalannya,
bukan karena koneksi dan kelicikan,
tapi karena kapasitas, kontribusi, dan kejujuran.

Mari menjadi pribadi proper…
Bukan karena tekanan, bukan karena tekanan publik,
tapi karena kita sadar: Allah-lah yang paling layak kita takuti, dan manusia-lah yang layak kita cintai dengan adab. Bismillah

Steven
Author: Steven

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *