Advertisement

Ulil Amri, Solusi Polemik Berkepanjangan Palestina

AKTAMEDIA.COM – Penjajahan Yahudi atas Palestina sudah berlangsung melintasi tiga abad. Dimulai dari akhir abad ke-19, tepatnya 29–30 Agustus 1897, saat Theodor Herzl memimpin Kongres Zionis pertama. Kala itu, kaum Yahudi bersepakat untuk mendirikan negara di tanah Palestina yang masih berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani. Gerakan ini didukung penuh oleh jaringan bankir Yahudi internasional.

Memasuki abad ke-20, penguasaan tanah Palestina oleh orang Yahudi semakin meluas. Sikap mereka yang sewenang-wenang menimbulkan perlawanan dan kesadaran nasionalisme bangsa Arab Palestina. Sayangnya, janji palsu Inggris kepada Syarif Makkah Hussein bin Ali untuk mendirikan negara Arab pasca-Perang Dunia I ternyata dikhianati. Inggris justru menerbitkan Deklarasi Balfour (2 November 1917) yang mendukung pendirian negara Yahudi di Palestina. Sejak saat itu, orang Palestina terusir dari tanahnya sendiri, sementara Yahudi mendapat legitimasi politik.

Konflik fisik semakin memuncak sejak 1920-an. Pemberontakan rakyat Palestina ditekan dengan kejam oleh Inggris. Ribuan jiwa melayang, sementara teror Yahudi terus berlangsung. Puncaknya, PBB pada 29 November 1947 mengeluarkan resolusi pembagian wilayah: Yahudi mendapat 65% tanah, padahal jumlah mereka hanya sepertiga penduduk. Arab yang mestinya berhak atas 80% wilayah justru hanya diberi 43%. Keputusan ini tidak adil dan menyulut perang panjang hingga kini.

Abad ke-21: Perjanjian Damai yang Dikhianati

Memasuki abad ke-21, beberapa upaya perdamaian dilakukan. Namun, semuanya berulang kali dirusak oleh Israel. Kunjungan provokatif Ariel Sharon ke Masjid Al-Aqsa memicu Intifadhah Kedua. Hingga kini, setiap kali gencatan senjata disepakati, Israel dan sekutunya, Amerika Serikat, tetap melanggarnya. Gambaran Al-Qur’an tentang kaum Yahudi sebagai kaum yang kerap berkhianat benar-benar nyata.

Sejak Benjamin Netanyahu kembali berkuasa pada 2022, ketegangan makin meningkat. Serangan terhadap warga sipil Palestina semakin brutal. Anak-anak menjadi korban: ada yang terbunuh, cacat, lapar, atau kehilangan orang tua. Rumah-rumah rata dengan tanah, sementara blokade Israel membuat bantuan kemanusiaan sulit masuk. Dunia mengecam, tetapi zionisme tetap tak bergeming.

Umat Islam Perlu Satu Pemimpin Dunia

Kondisi ini membuktikan kebenaran sabda Rasulullah ﷺ: umat Islam laksana buih di lautan. Jumlahnya besar, hampir dua miliar jiwa, tetapi lemah dan tercerai-berai karena tak ada kesatuan kepemimpinan.

Kita pernah mengenal tokoh-tokoh pemberani seperti Saddam Hussein atau Muammar Khadafi yang lantang membela Palestina. Namun keberanian mereka justru membuat Barat dan zionis menjatuhkan, memfitnah, hingga membunuh mereka. Semua ini semakin menegaskan: tanpa persatuan, umat Islam akan terus dilemahkan.

Maka, jalan keluar satu-satunya adalah menghadirkan kembali Ulil Amri sebagai pemimpin dunia Islam. Allah ﷻ berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 59)

Pemimpin ini berfungsi menyatukan umat, bukan menghapus kedaulatan negara masing-masing. Indonesia tetap Indonesia, Turki tetap Turki, tetapi di atas semua itu ada satu pemimpin umat Islam yang menjadi komando bersama, sebagaimana umat agama lain memiliki pemimpin tunggal. Gelarnya bisa Amir, Imam, atau Khalifah—yang penting fungsinya jelas: penyatu dan pelindung umat.

Solusi Palestina bukan hanya tanggung jawab segelintir negara seperti Iran, Yaman, atau Qatar. Seluruh umat Islam harus bergerak di bawah satu kepemimpinan. Inilah jalan untuk mengakhiri penderitaan panjang Palestina dan menghadapi hegemoni Barat serta zionisme.

 

 

Oleh : Dr. Yundri Akhyar, MA

– Pengamat Sosial dan Praktisi Pendidikan

– Ketua Yayasan Kifayatul Akhyar (AL-KIFAYAH RIAU)

 

 

Cucu Komisaris
Author: Cucu Komisaris

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *