Advertisement

Rahmah Dalam Mendidik Anak: Kritik Kekerasan Rumah Tangga

AKTAMEDIA.COM, JAKARTA — Kasus penyiksaan brutal terhadap anak berusia tujuh tahun di Jakarta Selatan yang melibatkan pembakaran wajah dan patah tulang sebagaimana dilaporkan detikNews, 14 September 2025, menunjukkan krisis fundamental dalam pemahaman konsep pengasuhan anak, khususnya ketika dikontraskan dengan nilai-nilai rahmah (kasih sayang) yang ditekankan dalam ajaran Islam sebagai fondasi pendidikan anak.

https://news.detik.com/berita/d-8111050/kekejian-ayah-juna-terkuak-siksa-hingga-bakar-wajah-anak-pasangan-sejenis

Fenomena kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan di Indonesia. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 9.588 kasus kekerasan anak pada tahun 2023, dengan 60% terjadi dalam lingkup keluarga. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Kementerian PPPA juga menunjukkan bahwa kekerasan fisik terhadap anak mencapai 3.914 kasus sepanjang tahun 2023. Sementara itu, survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 mengungkap bahwa 1 dari 3 anak Indonesia pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Kondisi ini mengindikasikan adanya kesenjangan antara pemahaman teoretis tentang pengasuhan Islami dengan praktik nyata dalam kehidupan keluarga Muslim. Dalam konteks Islam, konsep rahmah bukan sekadar aspek emosional, melainkan prinsip fundamental yang harus melandasi seluruh interaksi orang tua dengan anak.

Konsep rahmah dalam pendidikan anak menurut Islam memiliki dimensi yang komprehensif, mencakup aspek fisik, psikologis, dan spiritual. Al-Quran dalam Surah Ar-Rahman ayat 1-2 menegaskan bahwa sifat Rahman (Maha Penyayang) Allah harus direfleksikan dalam setiap tindakan pengasuhan. Prinsip ini secara eksplisit disebutkan dalam berbagai ayat Al-Quran seperti Surah Al-Furqan ayat 74: “Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati,” Surah Luqman ayat 13-14 tentang nasihat Luqman kepada anaknya dengan lemah lembut, dan Surah At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud juga menyatakan: “Tidaklah seorang ayah memberikan pemberian yang lebih utama kepada anaknya selain pendidikan yang baik.”

Namun demikian, realitas empiris menunjukkan adanya paradoks dalam implementasi nilai-nilai Islam dalam pengasuhan. Meskipun mayoritas orang tua Muslim mengaku memahami pentingnya kasih sayang dalam mendidik anak, praktik pengasuhan mereka seringkali tidak sejalan dengan prinsip-prinsip rahmah. Faktor-faktor seperti tekanan ekonomi, ketidakstabilan psikologis, dan interpretasi keliru terhadap konsep disiplin dalam Islam berkontribusi terhadap munculnya praktik kekerasan. Studi longitudinal Adverse Childhood Experiences (ACE) yang dilakukan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak-anak korban kekerasan rumah tangga memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi mengalami depresi, gangguan kecemasan, dan kesulitan akademik hingga dewasa. Penelitian neuroimaging oleh Teicher et al. (2016) dalam Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences juga membuktikan bahwa trauma kekerasan pada anak menyebabkan perubahan struktural pada hippocampus dan amygdala yang mempengaruhi kemampuan kognitif dan regulasi emosi jangka panjang.

Analisis mendalam terhadap kasus-kasus kekerasan anak dalam keluarga Muslim menunjukkan adanya distorsi pemahaman terhadap konsep pendidikan dalam Islam. Konsep ta’dib (pendidikan moral) sering disalahartikan sebagai legitimasi untuk menggunakan kekerasan fisik, padahal esensi ta’dib dalam tradisi Islam justru menekankan pada pembentukan karakter melalui keteladanan dan kasih sayang. Perbandingan dengan model pengasuhan dalam tradisi Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa beliau tidak pernah menggunakan kekerasan dalam mendidik anak-anak, bahkan dalam situasi yang paling menantang sekalipun. Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim secara eksplisit menyatakan: “Barangsiapa yang tidak menyayangi anak kecil, maka dia bukan dari golongan kami.”

Solusi komprehensif untuk mengatasi problematika ini memerlukan pendekatan multidimensional yang mengintegrasikan pemahaman teologis, psikologis, dan sosiologis. Pertama, diperlukan revitalisasi pemahaman tentang konsep rahmah melalui program edukasi berkelanjutan bagi orang tua Muslim. Kedua, implementasi sistem deteksi dini kekerasan anak melalui kerjasama antara lembaga keagamaan dan institusi perlindungan anak. Ketiga, pengembangan model konseling keluarga berbasis nilai-nilai Islam yang dapat membantu orang tua dalam menghadapi tantangan pengasuhan kontemporer.

Krisis pengasuhan yang tercermin dalam kasus-kasus kekerasan anak menuntut komitmen serius dari seluruh elemen masyarakat Muslim untuk kembali kepada nilai-nilai otentik Islam dalam mendidik anak. Konsep rahmah harus ditransformasi dari wacana teoretis menjadi praktik nyata dalam kehidupan keluarga. Hanya dengan demikian, generasi Muslim masa depan dapat tumbuh dalam lingkungan yang kondusif bagi perkembangan optimal mereka sebagai khalifah fil ardh yang bertanggung jawab dan berakhlak mulia.

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana S3 Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Suska Riau

Daftar Pustaka

Al-Quran Al-Karim, Surah Al-Furqan: 74.

Al-Quran Al-Karim, Surah Ar-Rahman: 1-2.

Al-Quran Al-Karim, Surah At-Tahrim: 6.

Al-Quran Al-Karim, Surah Luqman: 13-14.

Badan Pusat Statistik. (2022). Survei kekerasan anak dalam rumah tangga. Jakarta: BPS.

Centers for Disease Control and Prevention. (2019). Adverse childhood experiences (ACE) study. Atlanta, GA: CDC.

detikNews. (2025, 14 September). Kekejian ‘Ayah Juna’ Terkuak: Siksa hingga Bakar Wajah Anak Pasangan Sejenis.

Hadits Riwayat Abu Dawud tentang pendidikan anak.

Hadits Riwayat Muslim tentang kasih sayang kepada anak.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2023). Data SIMFONI PPA kekerasan fisik terhadap anak. Jakarta: Kementerian PPPA.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2023). Laporan tahunan kasus kekerasan anak. Jakarta: KPAI.

Teicher, M. H., Samson, J. A., Anderson, C. M., & Ohashi, K. (2016). The effects of childhood maltreatment on brain structure, function and connectivity. Nature Reviews Neuroscience, 17(10), 652-666.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *