AKTAMEDIA.COM, PADANG – Rumah makan Padang adalah salah satu ikon kuliner Indonesia yang terkenal hingga ke mancanegara. Hampir di setiap kota besar maupun kecil dapat ditemukan rumah makan yang menyajikan rendang, gulai, dendeng, hingga sambal ijo dengan cita rasa khas Minangkabau. Di balik kesuksesan kuliner ini, ada sistem manajemen unik yang membedakan rumah makan Padang dengan restoran pada umumnya, yaitu sistem “mato bagi hasil”.
Berbeda dengan sistem gaji bulanan yang umum diterapkan dalam dunia kerja, rumah makan Padang menggunakan pola perhitungan berbasis “mato” atau poin. Sistem ini tidak hanya berfungsi sebagai alat pembagian keuntungan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya Minangkabau yang menjunjung tinggi keadilan, kebersamaan, dan semangat gotong royong.
Apa Itu Mato?
Secara bahasa, mato berarti mata atau satuan nilai/poin. Dalam konteks rumah makan Padang, mato adalah ukuran porsi keuntungan yang diterima oleh setiap pihak yang terlibat dalam operasional rumah makan, baik pemilik, koki, pelayan, maupun pekerja lainnya.
Sistem ini tidak mengenal gaji tetap yang dibayarkan setiap bulan, melainkan pembagian laba berdasarkan perhitungan akhir setelah biaya operasional dikurangi. Dengan demikian, semua pekerja akan merasakan langsung dampak dari ramai atau sepinya rumah makan.
Sejarah dan Filosofi
Tradisi mato berakar dari budaya perantauan Minangkabau. Orang Minang sejak dulu dikenal suka merantau, membuka usaha di kota lain, terutama di bidang kuliner. Karena usaha ini sering dikelola oleh keluarga atau sesama perantau, maka dibutuhkan sistem pembagian hasil yang adil dan tidak memberatkan pemilik modal maupun pekerja.
Filosofi yang melandasinya adalah:
1. Keadilan – setiap orang mendapat bagian sesuai kontribusinya.
2. Kebersamaan – semua pihak ikut merasakan untung dan rugi.
3. Motivasi – makin ramai usaha, makin besar penghasilan yang diterima bersama.
Cara Kerja Sistem Mato
1. Penentuan Mato
Pemilik modal biasanya mendapat jatah mato terbesar karena menanggung risiko usaha.
Koki utama mendapat lebih banyak dibanding pelayan, sebab keahliannya sangat menentukan cita rasa masakan.
Pekerja tambahan seperti pelayan, tukang cuci piring, atau kasir mendapat mato lebih kecil.
Contoh umum pembagian:
Pemilik modal: 15–20 mato
Koki utama: 3–4 mato
Koki pembantu: 2 mato
Pelayan: 1 mato/orang
Tukang cuci piring: 0,5–1 mato
2. Perhitungan Laba Bersih
Pendapatan kotor dikurangi biaya operasional (bahan baku, gas, listrik, sewa, dll).
Sisa yang diperoleh disebut laba bersih.
3. Pembagian Keuntungan
Laba bersih dibagi dengan total mato yang ada.
Nilai 1 mato kemudian dikalikan dengan jumlah mato yang dimiliki masing-masing pihak.
Contoh Simulasi
Misalkan laba bersih rumah makan Padang dalam sebulan Rp40 juta, dengan total 28 mato.
Nilai 1 mato = Rp40.000.000 ÷ 28 = Rp1.428.571
Pemilik (20 mato) → Rp28.571.420
Koki utama (3 mato) → Rp4.285.713
Koki pembantu (2 mato) → Rp2.857.142
Pelayan A (1 mato) → Rp1.428.571
Pelayan B (1 mato) → Rp1.428.571
Tukang cuci piring (1 mato) → Rp1.428.571
Dari sini terlihat bahwa semakin besar tanggung jawab, semakin besar pula jatah matonya.
Kelebihan Sistem Mato
1. Adil dan transparan – setiap orang tahu perhitungan keuntungan.
2. Memotivasi pekerja – jika rumah makan ramai, pendapatan semua pihak meningkat.
3. Kebersamaan – semua pihak merasa ikut memiliki usaha.
4. Fleksibel – bisa disesuaikan dengan kondisi usaha dan kesepakatan bersama.
Kekurangan Sistem Mato
1. Tidak stabil – jika rumah makan sepi, penghasilan pekerja turun drastis.
2. Potensi konflik – bisa muncul perdebatan dalam menentukan besarnya mato tiap posisi.
3. Kurang menarik bagi pekerja baru – karena tidak ada gaji tetap yang pasti.
Variasi Model Mato
Dalam praktiknya, ada beberapa variasi yang diterapkan rumah makan Padang:
1. Murni Mato – tidak ada gaji pokok, semua penghasilan dihitung dari bagi hasil.
2. Gaji Pokok + Mato – pekerja menerima gaji kecil yang tetap, ditambah pembagian mato dari keuntungan.
3. Mato Tahunan – sebagian rumah makan membagi hasil besar di akhir tahun, sementara pekerja tetap mendapat uang jalan harian.
Sistem mato bagi hasil adalah kearifan lokal Minangkabau yang telah terbukti mampu menjaga keberlangsungan usaha rumah makan Padang di seluruh Indonesia, bahkan di luar negeri. Meskipun memiliki kelemahan, sistem ini mencerminkan nilai kebersamaan, keadilan, dan semangat gotong royong yang kuat dalam budaya Minangkabau.
Selama masih ada perantau Minang yang membuka usaha rumah makan, kemungkinan besar sistem mato akan tetap dipakai, karena ia bukan hanya soal perhitungan ekonomi, tetapi juga bagian dari identitas dan filosofi hidup orang Minangkabau.
Leave a Reply