AKTAMEDIA.COM, JAKARTA — Revolusi teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menciptakan kompleksitas baru dalam ranah hukum keluarga, khususnya ketika hubungan emosional dengan pendamping virtual menjadi penyebab perceraian. Seperti dilaporkan Wolipop Detik, 15 Agustus 2025, kasus pria 75 tahun di China yang ingin menceraikan istrinya demi “pacar” AI menunjukkan urgensi fenomena ini. Situasi tersebut memerlukan analisis perbandingan mendalam antara sistem hukum keluarga Islam dan hukum sipil dalam menangani kasus perceraian yang dipicu oleh keterikatan pada entitas virtual.
Perkembangan teknologi AI pendamping virtual telah menghadirkan tantangan unik bagi institusi pernikahan tradisional. Fenomena ini menunjukkan dampak psikologis yang signifikan dari hubungan parasosial dengan entitas virtual. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pendamping AI dapat menciptakan perselingkuhan emosional yang berpotensi merusak komitmen pernikahan (Zafar, 2024). Kasus-kasus serupa mulai bermunculan di berbagai negara, menciptakan kebutuhan mendesak untuk kerangka hukum yang dapat menangani konflik pernikahan era digital.
Dalam perspektif hukum keluarga Islam, kasus perceraian akibat keterikatan pada AI pendamping virtual menghadapi beberapa tantangan interpretasi. Prinsip dasar perceraian dalam Islam, sebagaimana diatur dalam konsep talaq, khulu’, dan faskh, mensyaratkan adanya alasan yang sah menurut syariat. Meskipun tidak ada dalil eksplisit yang mengatur hubungan virtual, para ulama kontemporer dapat merujuk pada konsep nusyuz (pengabaian kewajiban suami-istri) sebagai dasar hukum (Darmawan dkk., 2023). Penelitian Kamalludin dan Pratami (2024) menunjukkan bahwa teknologi AI dalam konteks hukum perceraian Islam memerlukan pendekatan ijtihad kontemporer yang mempertimbangkan maqashid syariah.
Sebaliknya, sistem hukum sipil, khususnya dalam tradisi hukum kontinental, menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar dalam mengakomodasi kasus-kasus non-konvensional. Penelitian Rosenfeld dan Roesler (2023) mengungkapkan bahwa prediktor perceraian dalam sistem hukum Amerika Serikat telah berevolusi seiring perubahan sosial dan teknologi. Dalam konteks perselingkuhan emosional, sistem perceraian tanpa kesalahan yang diadopsi sebagian besar yurisdiksi hukum sipil memungkinkan perceraian berdasarkan “perbedaan yang tidak dapat didamaikan” tanpa memerlukan pembuktian kesalahan spesifik pihak tertentu. Studi tentang proses perceraian menunjukkan variasi signifikan dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan teknologi dalam konflik pernikahan.
Analisis mendalam terhadap kedua sistem hukum mengungkapkan perbedaan fundamental dalam pendekatan epistemologis. Hukum keluarga Islam bersumber pada wahyu ilahi (Al-Quran dan Hadits) yang kemudian diinterpretasikan melalui ijtihad, sementara hukum sipil berkembang melalui evolusi legislatif dan preseden yudisial. Dalam konteks kasus AI pendamping virtual, perbedaan ini menciptakan respons yang berbeda: hukum Islam cenderung memerlukan justifikasi teologis yang kuat, sedangkan hukum sipil lebih fokus pada dampak praktis terhadap kesejahteraan pihak-pihak yang terlibat. Penelitian tentang penyesuaian emosional setelah perceraian menunjukkan pentingnya memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pemulihan dari putusnya hubungan (Tran dkk., 2024).
Solusi integrasi diperlukan untuk mengatasi kesenjangan yang ada antara kedua sistem hukum. Pertama, pengembangan kerangka kerja hibrid yang mengakui legitimasi kerugian emosional dari hubungan virtual sebagai dasar perceraian dalam konteks hukum Islam, dengan merujuk pada prinsip maslahah (kemaslahatan). Kedua, dalam hukum sipil, perlu dikembangkan legislasi khusus yang mengatur ketidaksetiaan digital dan perselingkuhan emosional virtual sebagai kategori baru dalam hukum keluarga. Ketiga, pembentukan pengadilan keluarga khusus dengan keahlian dalam sengketa pernikahan terkait teknologi untuk kedua sistem hukum. Keempat, pengembangan protokol mediasi yang secara khusus menangani kasus-kasus yang melibatkan ketergantungan pada pendamping AI (Greenstein, 2022).
Kesimpulannya, meskipun hukum keluarga Islam dan hukum sipil menghadapi tantangan serupa dalam menangani perceraian akibat AI pendamping virtual, pendekatan mereka mencerminkan perbedaan filosofis yang fundamental. Hukum Islam memerlukan reinterpretasi konsep-konsep tradisional melalui ijtihad kontemporer, sementara hukum sipil menunjukkan kemampuan adaptasi yang lebih besar terhadap gangguan teknologi. Penelitian masa depan harus fokus pada pengembangan kerangka hukum lintas budaya yang dapat mengakomodasi sensitivitas agama sambil menyediakan solusi hukum yang efektif untuk konflik pernikahan era digital yang muncul. Diperlukan seruan mendesak untuk kolaborasi interdisipliner antara ulama Islam, pakar hukum sipil, dan spesialis teknologi untuk mengantisipasi evolusi lebih lanjut dari dinamika hubungan AI-manusia dalam konteks pernikahan modern.
Penulis adalah mahasiswa pascasarjana S3 Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Suska Riau
Daftar Pustaka
Darmawan, D., Suhaimi, S., Natsir, M., & Rasyidin, T. R. (2023). Relative competence of the Sharia Court: Talaq divorce lawsuit and protection of women’s rights. Syiah Kuala Law Journal, 7(1), 84-100. https://doi.org/10.22373/sjhk.v7i1.16053
Greenstein, S. (2022). Preserving the rule of law in the era of artificial intelligence (AI). Artificial Intelligence and Law, 30(3), 441-463. https://doi.org/10.1007/s10506-021-09294-4
Kamalludin, I., & Pratami, B. D. (2024). Artificial Intelligence and divorce law: Problems and challenges of Divorceify for Indonesia’s legal future. AL-HUKAMA, 14(1), 111-141. https://doi.org/10.15642/alhukama.2024.14.1.111-141
Raley, R. K., Sweeney, M. M., & Wondra, D. (2020). Divorce, repartnering, and stepfamilies: A decade in review. Journal of Marriage and Family, 82(1), 81-99. https://doi.org/10.1111/jomf.12651
Rosenfeld, M. J., & Roesler, K. (2023). Stability and change in predictors of marital dissolution in the US 1950–2017. Journal of Marriage and Family, 86(1), 154-175. https://doi.org/10.1111/jomf.12932
Tran, K., Castiglioni, L., Walper, S., & Lux, U. (2024). Resolving relationship dissolution: What predicts emotional adjustment after breakup? Family Process, 63(3), 1157-1170. https://doi.org/10.1111/famp.12914
Zafar, A. (2024). Balancing the scale: Navigating ethical and practical challenges of artificial intelligence (AI) integration in legal practices. Discover Artificial Intelligence, 4(1), 27. https://doi.org/10.1007/s44163-024-00121-8
Leave a Reply