AKTAMEDIA.COM, Pekanbaru – 10 Juli 2025 – Di balik dominasi pria dalam sejarah nasionalistik, muncul sosok perempuan tangguh yang mengubah lanskap kebangsaan lewat pena, pendidikan, dan suara. Dia adalah Rohana Kudus (lahir Siti Ruhana, atau Roehana Koeddoes), pejuang emansipasi perempuan dan wartawati pertama Indonesia, lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, pada 20 Desember 1884 . Melalui langkah-langkah berani—mendirikan sekolah, menerbitkan majalah perempuan, hingga menulis kritis—ia melawan penjajahan dan patriarki, menempatkan perempuan sebagai subjek sejarah, bukan objek.
—
Awal Kehidupan dan Semangat Literasi
Rohana tumbuh di keluarga berpendidikan—ayahnya Mohammad Rasjad Maharadja Sutan adalah Kepala Jaksa di Jambi dan Medan . Meski tidak pernah bersekolah formal, sejak umur 5 tahun ia belajar menulis berbagai aksara dan membaca Al‑Qur’an . Minat literasinya berkembang setelah ayahnya menghadirkan buku dan majalah rumah tangga Belanda ke rumah, yang kemudian ia gunakan untuk mengajar teman-teman prianya membaca .
—
Mendirikan Sekolah “Kerajinan Amai Setia”
Pada 11 Februari 1911, Rohana mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia untuk perempuan di Koto Gadang . Di sekolah itu, ia mengajarkan membaca, menulis dalam aksara Latin dan Arab, berhitung, menjahit, menyulam, memasak, dan agama. Sekolah ini mulai dengan puluhan siswa dan kemudian mendapat pengakuan resmi tahun 1915 . Ia membuka ruang akademis dan ekonomi—pertama untuk perempuan Minang.
—
Memecah Kebisuan: Soenting Melajoe
Di tengah dominasi pers kolonial, Rohana berinisiatif menerbitkan Soenting Melajoe pada 10 Juli 1912, majalah mingguan khusus perempuan . Nama ini bermakna “perempuan Melayu” dan bermaksud memberi ruang perempuan menyuarakan suara rasional, intelektual, dan kritis . Majalahnya membahas isu sosial seperti pendidikan, poligami, dan hak perempuan .
Soenting Melajoe mendorong perempuan aktif menulis—para kontributor adalah istri pegawai Belanda, aristokrat, dan guru. Cakupannya berkembang hingga ke Malaka dan Singapura, menjadi koran perempuan pertama di Indonesia .
—
Kritis dan Patriotik di Medan Pers
Selain Soenting Melajoe, Rohana menulis artikel tajam di Poetri Hindia (1908), dan kemudian menjadi redaktur sekolah di Payakumbuh tahun 1916 . Isinya menyoroti diskriminasi perempuan kolonial, pekerja perempuan, serta mendesak perempuan untuk aktif dalam kemerdekaan dan pemerintahan . Tulisannya dianggap berbahaya oleh Belanda, yang sempat membredel media perempuan pada zamannya .
—–
Pengaruh dan Akses Publik Nasional
Rohana berasal dari keluarga aktivis kemerdekaan: Sutan Sjahrir (Perdana Menteri RI pertama), sepupu Agus Salim, serta bibi Chairil Anwar . Jejaring ini memudahkan penyebaran pemikirannya dalam lingkungan pergerakan nasional, turut menjadi katalis awal kebangkitan perempuan Indonesia.
Pada masa jugemen dan revolusi, Soenting Melajoe menjadi tempat perempuan menulis kemerdekaan sebelum deklarasi 1945, dan Rohana tetap menjadi narator perubahan sosial.
—–
Pengakuan dan Pahlawan Nasional
Rohana Kudus resmi diangkat menjadi Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No. 120/TK/2019 pada 7 November 2019 . Sebelumnya, pemerintah Sumbar mengabadikannya sebagai Wartawati Pertama (1974), Perintis Pers Indonesia (1987), serta pemenang Bintang Jasa Utama (2007) .
Berlatar emansipasi dan literasi tradisional, nyawanya berlabuh saat bertugas membangkitkan kesadaran perempuan, bukan di medan tempur. Ia tutup usia pada 17 Agustus 1972, tepat Hari Kemerdekaan Indonesia, dan dimakamkan di TMP Karet Bivak, Jakarta .
—
Rohana Kudus adalah pionir emansipasi melalui kata dan pendidikan. Lewat sekolah dan majalahnya, ia membangkitkan kesadaran perempuan—bahwa akal dan hak mereka setara dengan lelaki. Ia memilih pena dan pendidikan sebagai pedang, bukan senjata fisik. Perjuangannya menunjukkan bahwa kemerdekaan juga lahir dari ruang-ruang budaya, editorial, dan kelas kecil — jauh sebelum diplomasi dan revolusi fisik formal.
—
Pendapat Pribadi
Menurut saya, Rohana Kudus memberikan pelajaran penting: kemerdekaan bukan monopoli pria dan senjata, tetapi buah dari ilmu, keberanian, dan suara kolektif. Ia membuktikan bahwa perempuan, ketika diberi akses pendidikan dan wadah berbicara, menjadi kekuatan transformatif. Spirit Rohana menegaskan pentingnya pers inklusif—transformasi masyarakat dapat dimulai dari ruang baca, kelas kecil, dan kolom jurnalistik.
—
Daftar Sumber Referensi
1. Wikipedia Indonesia – Roehana Koeddoes / Rohana Kudus
2. Wikipedia Inggris – Ruhana Kuddus
3. Detik Edu – “Sosok Rohana Kudus, jurnalis perempuan pertama Indonesia”
4. Historia.id – “Mengenal Rohana Kudus…”
5. Kompas – “Rohana Kudus, Wartawan Perempuan Pertama Indonesia”
6. Merdeka.com – “Rohana Kudus… Wartawan Perempuan Pertama…”
7. Marhaen Press – “Rohana Kudus Jurnalis Bergelar Pahlawan…”
8. Liputan6.com – “Peristiwa 20 Desember 1884: Lahirnya Rohana Kudus…”
9. Tempo.co – “Peran Politik Ruhana Kuddus dalam Perjuangan Kemerdekaan”
Aditya Baso
Great 👍