AKTAMEDIA.COM, Pekanbaru – 8 Juli2 025 — Di tengah gemuruh perlawanan kemerdekaan Indonesia, muncul figur pemimpin muda yang berani dan tegas. Ia bukan pejuang bersenjata di garis depan, tapi figur publik yang rela memberi nyawa untuk kebebasan kota kelahirannya. Dialah Bagindo Azizchan, Wali Kota Padang kedua pasca-Proklamasi, yang gugur pada 19 Juli 1947 saat agresi Belanda hendak mengambil alih kota tersebut. Ucapannya yang legendaris, “Langkahilah dulu mayatku, baru Kota Padang saya serahkan”, menjadi simbol tekad perlawanan rakyat Sumatera Barat .
Siapakah sebenarnya Bagindo Azizchan? Bagaimana sepak terjangnya sebagai tokoh kemerdekaan dari Minangkabau? Berikut ulasan lengkap tentang perjuangan, kepemimpinan, dan akhir tragis yang menguatkan semangat perlawanan bangsa.
—
1. Lahir, Pendidikan, dan Awal Karier
Bagindo Azizchan lahir pada 30 September 1910 di Kampung Alang Laweh, Padang, Sumatera Barat . Ia tumbuh dalam keluarga terpelajar—ayahnya Bagindo Montok bekerja di kereta api, dan anak-anaknya bisa memasuki sekolah Belanda .
Pendidikan Azizchan dimulai di HIS Padang, dilanjut ke MULO Surabaya, dan kemudian belajar di AMS Batavia. Ia sempat menempuh dua tahun di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) Batavia, lalu membuka praktik pengacara sambil aktif di organisasi pelajar .
Masa mudanya diwarnai aktivitas di dunia pergerakan: ia bergabung dengan Jong Islamieten Bond, dipimpin Haji Agus Salim, dan mendirikan Persatuan Pelajar Islam di Padang Panjang. Selain itu, ia menjadi guru di beberapa sekolah modern seperti PSII, MIKK Bukittinggi, dan Normaal Islam .
—
2. Posisi di Pemerintahan dan Keraguan Terhadap Belanda
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Azizchan ditunjuk sebagai Wakil Wali Kota Padang pada 24 Januari 1946, dan kemudian diangkat sebagai Wali Kota Padang pada 15 Agustus 1946 menggantikan Abubakar Jaar .
Bagindo menolak keras kedatangan tentara Sekutu yang didampingi perwira Belanda pada 10 Oktober 1945. Ia juga melawan dominasi Belanda lewat media, seperti menerbitkan surat kabar perjuangan “Republik Indonesia Jaya”, hingga turun langsung memimpin perlawanan rakyat .
—
3. Kepemimpinan Berani dan Langkah Melawan Agresi
Semangatnya tak retak di usia muda—usia 36 tahun. Pada 23 Agustus 1946, tidak lama setelah menjadi wali kota, ia memimpin operasi pembebasan warga di Gunung Pangilun dari tahanan Belanda . Azizchan menjadi simbol keberanian dengan ucapannya yang terkenal:
> *“Langkahi dulu mayatku, baru Kota Padang aku serahkan!”* .
Ia memelihara moral perjuangan, menyulut semangat patriotik, dan mempertegas bahwa Padang tidak akan pernah tunduk.
—
4. Gugur di Medan Perjuangan
Tragedi terjadi pada sore 19 Juli 1947, saat ia bersama keluarga menuju Padang Panjang untuk melaporkan situasi genting kepada Residen Sumatera Barat di Bukittinggi. Di kawasan Purus—yang sudah menjadi garis demarkasi Belanda—jeep rombongannya diberhentikan oleh Letnan Kolonel Van Erps .
Menurut versi Belanda, ia ditembak di leher saat turun dari kendaraan. Namun, hasil visum independen oleh dokter Indonesia menyebut ia meninggal karena tulang tengkoraknya dihancurkan oleh benda tumpul, serta terdapat tiga luka tembakan di wajahnya yang menandakan eksekusi setelah ia gugur .
Jenazahnya dimakamkan pada 20 Juli 1947 di Taman Makam Pahlawan Bahagia, Bukittinggi, dalam upacara besar yang dihadiri pejabat dan militer Republik. Keesokan harinya, Belanda melancarkan Agresi Militer Pertama .
—
5. Penghargaan dan Peringatan
Pada 9 November 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Bagindo Azizchan melalui Keputusan Presiden No. 082/TK/2005 .
Beberapa monumen dan tempat dinamai untuk menghormatinya:
Monumen Simpang Tinju, berbentuk kepalan tinju di persimpangan Jalan Gajah Mada–Jalan Jhoni Anwar, Padang, diresmikan Wali Kota pada 19 Juli 1983 .
Monumen di Taman Melati, Museum Adityawarman, karya Wisran Hadi dan Arby Samah (1973) .
Jalan dan institusi pendidikan di Padang dan Bukittinggi memakai namanya .
—
Bagindo Azizchan adalah contoh pemimpin muda yang mengutamakan kedamaian, keberanian, dan janji kebangsaan. Ia memilih tetap tinggal bersama rakyat di tengah tekanan Belanda, rela menanggung risiko di atas kursi kekuasaan. Kalimat terakhirnya bukan retorika kosong—ia tahu betul arti mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan masyarakat.
Kematian Bagindo juga menjadi pangkal mula agresi militer Belanda di Sumatera Barat, memicu gelombang solidaritas dan perlawanan luas di seluruh wilayah .
Semangatnya tetap relevan hingga kini. Ia mengajarkan bahwa pemimpin sejati adalah yang berani bersandar pada prinsip dan tidak tunduk pada tekanan. Bagindo Azizchan telah menanam benih semangat yang tumbuh dalam setiap elemen bangsa—bahwa kemerdekaan bukan hadiah, melainkan harga yang dibayar dengan nyawa dan integritas.
—
📚 Daftar Sumber
Wikipedia Indonesia – Bagindo Aziz Chan
Wikipedia Inggris – Bagindo Azizchan
Kompas.com – Bagindo Azizchan: Peran, Perjuangan, dan Akhir Hidup
Suara.com – Profil Bagindo Azizchan, Wali Kota Padang ke-2 yang Gugur
Langgam.id – Simpang Tinju, Api Perjuangan Bagindo Azizchan
Historia.id – Wali Kota Padang Berpulang di Bulan Ramadan
Merdeka.com – Monumen Simpang Tinju Mengenang Sejarah
Aditya Baso
Great 👍